"Turnamen besar dimenangkan oleh tim, bukan individu."
Itu petuah dari para legenda. Mantra dari mereka yang telah berjibaku puluhan tahun di sepak bola. Ajimat sederhana dari yang kalah dan para juara.
Unai Simon, kiper timnas Spanyol, menyebut falsafah yang juga dianut para pelaut itu kini melekat di dalam sanubari pemain La Furia Roja di Euro 2020. Si Banteng Matador memang bukan unggulan, tetapi mereka berjiwa pengarung lautan.
Walau penjelajah, petualang, atau pelaut, mereka tetap punya rasa lelah. Dari semifinalis Euro 2020, Spanyol merupakan tim dengan catatan perjalanan terpanjang kedua.
Menurut laporan The Guardian, Spanyol menempuh 4.829 kilo meter (km) selama Piala Eropa tahun ini. Setelah tiga pertandingan di Sevilla, tim asuhan Luis Enrique ini harus terbang ke Kopenhagen (Denmark), lantas ke Saint Petersburg (Rusia), dan kemudian ke London (Inggris).
Jarak yang ditempuh Spanyol berbanding terbalik dengan Italia. Gli Azzurri hanya menempuh 2.961 km selama Euro 2020. Tim asuhan Roberto Mancini hanya terbang dari Roma ke London, Munich, lantas kembali ke London lagi.
Pada babak 16 besar dan 8 besar, Spanyol selalu tampil 120 menit. Sergio Busquet dan kawan-kawan bahkan tak bisa menggilas Swiss yang tampil dengan 10 pemain. Mereka hanya bisa meraih tiket ke babak selanjutnya lewat penalti.
Italia, superior! Negara yang dilintasi Pegunungan Alpen ini tak kalah dalam 32 laga terakhirnya. Gawang Gianluigi Donnarumma bahkan baru dua kali kebobolan sepanjang turnamen Piala Henri Delaunay edisi ke-16 ini.
Dan, filosofi "turnamen besar dimenangkan oleh tim, bukan individu", juga dianut Roberto Mancini. Harmonisme dan keseimbangan ditegakkan Don Mancio.Â
Mancini kini digambarkan sebagai Marcus Aurelius, salah satu dari lima raja terbaik Dinasti Romawi. Jika filosofi raja yang bertitah pada 161 -- 180 itu melahirkan jenderal-jenderal besar sekelas Maximus Decimus, falsafah Mancini menempa infanteri jadi kavaleri: Leonardo Spinazzola, Nicolo Barella, Manuel Locatelli, juga Andrea Belotti.
+++
Menjelang bentrok dengan Inggris di smifinal Piala Eropa 2020, dua kata bijak menggelembung di media sosial masyarakat Denmark.
Bangsa viking ini menolak rendah hati dari Inggris yang merasa lebih besar. Pepatah, umuligt er bare en mening (ketidakmungkinan cuma sebuah opini) dan hvor der gar energi strommer (fokuslah maka energi positif mengalir), menggema.
Secara statistik, Denmark memang paling lelah dibanding semifinalis lainnya. Tim asuhan Kasper Hjulmand ini menempuh 5.085 km sepanjang Euro 2020: dari Kopenhagen ke Amsterdam lantas ke Baku, dan kemudian ke London.
Bandingkan dengan Inggris yang hanya terbang dari London ke Roma lantas ke London lagi. Si Tiga Singa hanya menempuh perjalanan sepanjang 1.802 km.
Namun, Denmark jauh lebih Bahagia ketimbang Inggris. Dalam indeks kebahagiaan World Happines Report yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Denmark jadi negara terbahagia ketiga di dunia dalam satu dekade terakhir. Tingkat harapan hidup, dukungan sosial, kebebasan menentukan pilihan, dan kemurahan hati, sangat tinggi.
Sejarah mencatat, rasa lelah lumer saat bersua rasa bahagia. Lelah jadi jalan tikus kebahagiaan. Dalam hal ini Denmark yang dianggap kuda hitam Euro 2020 tak punya beban untuk meledak-ledak. Kalau pun kalah mereka tetap dipuja.
Inggris sebaliknya. Suporter, pengamat, mantan pemain, hingga media, sama bengisnya. Walau belum kalah, nirbobol, dan kini jadi jagoan utama di bursa juara, caci maki masih menghiasi.
Gareth Souhtgate dan anak asuhnya dalam tekanan besar. Slogan 'football is coming home' tak menjadi ajian mahabbah atau rapalan jaran goyang untuk mencapai cinta. Slogan itu malah membentuk barikade pasukan pemanah ke para pemain dan pelatih Inggris.
Dengan rasa hormat, Inggris di Piala Eropa 2020 ini kiranya sedang dalam masa yang seperti digubah William Shakespeare dalam puisi: "I am Afraid".
You say that you love rain,Â
But you open your umbrella when is rains.Â
You say that you love the sun,Â
But you find a shadow spot when the sun shine.Â
You say that you love the wind,Â
But you close your windows when wind blows.
This is why I am afraid,Â
You say that you love me too.Â
Menyatir puisi Shakespeare; katanya sepak bola kembali ke rumah, tapi tak ada pintu yang dibuka dengan lebar untuk menyambut kepulangannya. Absurd!
Pondok Kopi, 5 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H