Bersama klub, pemain-pemain potensial ini akan terus berlatih. Berlatih, berlatih, dan berlatih, sesekali bertanding, yang mungkin hanya tanding internal. Bila beruntung, mendapat pelatih yang peduli usia muda, saat latihan memperlihatkan peningkatan, jam main diberikan. Bila dapat pelatih pragmatis, mengutamakan menang (ini pun sah), ya nasib.Â
Panjang atau berkala, kiranya beda tipis. Walau tipis daya cengkramnya berbeda jauh. Karenanya tergantung Indra. Satu yang pasti. Jangan lagi paradoks tur berjilid-jilid. Ini jualan yang memalukan.Â
Lawan Tanding
Mana lebih baik, bertanding di luar negeri atau tanding di dalam negeri?Â
Pertama, tanding di luar negeri memakan biaya. Ratusan juta rupiah. Berhubung Piala Asia U-19 berlangsung di Indonesia, tepatnya Stadion Utama Gelora Bung Karno, kiranya keinginan tanding di luar negeri ditimbang lagi. Lebih bermanfaat duitnya buat undang tim-tim beken datang. Timnas usia Eropa atau Amerika, peringkat 30 besar dunia.Â
Atau undang tim usia muda, akademi klub. Tak usah jauh-jauh klub Eropa dan Amerika, akademi klub Jepang, Korea, Australia, atau bahkan Thailand. Bertandingnya pun tidak sekali. Empat hingga lima kali. Ini seperti mendatangkan ilmu. Bisa diserap oleh banyak kalangan, bukan sebagian, seperti latih tanding di luar negeri.Â
Urusan ini pun bukan tak mudah. Sama sekali tak mudah. Tapi apalah artinya kesulitan jika ada niat. Ada semangat menolak menyerah.Â
Sekali lagi, jangan ada paradoks tur nusantara. Itu pencari lelah belaka. Levelnya beda. Kualitas pun tak akan meningkat. Hanya meningkatkan popularitas semu.Â
Penutup
Tak ada pembuka, tetapi sengaja ditutup.Â
Apa kaitan judul dan isi tulisan ini? Mungkin sedikit kaitannya. Marjin kanan itu apa? Entahlah. Saya juga tak bisa menjabarkannya. Yang pasti, saya sedang ingin menulis.Â