Sholat itu kan sejatinya panggilan juga kewajiban. Ini kaitannya dengan muamalah ma'Allah. Tetapi itu sholat wajib; sholat lima waktu; shubuh, dzuhur, ashar, magrib, dan isya'. Bagaimana dengan sholat sunnah. Sholat sunnah itu sunnah nabi. Dianjurkan.Â
Tetapi sholat jenazah itu kaitannya dengan muamalah maannas. Hubungan sosial. Orang yang punya rekam jejak baik di lingkungan sosialnya, niscaya saat datang ajalnya akan dihantarkan orang-orang terdekatnya atau yang peduli dengannya.Â
Seseorang tidak bisa memaksakan kehendak harus disholatkan sekian orang, saat ajalnya tiba. Panggilan alamiahlah yang akan menentukan banyak atau tidaknya orang yang akan melakukan sholat jenazah.Â
Ingat misalnya Muhammad Hatta mantan wakil presiden pertama Republik ini, saat ajalnya tiba, ribuan orang menghantarnya. Begitu pula dengan Gusdur. Tetapi bagaimana dengan kita yang hanya masyarakat biasa? Tentunya biasa pula jumlahnya.Â
Gading atau belanglah yang akan menentukan itu. Percayalah, jika selama hidup senantiasa berbuat baik, bahkan pada kucing, semut, atau anjing sekalipun, alam akan memberikan mukjizatnya. Akan tetap ada yang mensholatkan.Â
Lantas bagaimana jika lingkungan tempat tinggal memiliki faham tidak mensholatkan orang-orang tertentu. Jika berbeda pandangan, mulailah mencari masjid lain. Ada ribuan bahkan jutaan masjid, dan pastinya tak semuanya berkonsep menolak sholat jenazah.Â
Ya beresiko sih. Tapi itulah perbedaan. Keragaman. Gak sesuai atau sealiran ya cari yang sefaham. Berbaur tetap, tetapi urusan keyakinan dalam pandangan kan tak bisa dipaksakan.Â
Pepatah pada kalimat awal kiranya bisa jadi pegangan. Mau meninggalkan gading atau belang. Berbuat baiklah pada sesama, bersosiallah. Tak ada manusia yang ditolak bumi. Percayalah, Tuhan lebih Maha Tahu tentang keputusannya menciptakan manusia dengan beragam dan berbangsa-bangsa.Â
"Tak akan berubah suatu kaum, sampai kaum itu merubahnya dengan sendiri."Â
Mari sholat sebelum disholatkan.Â
Wallahua'lam bisshawwab...