Mohon tunggu...
Abdul Susila
Abdul Susila Mohon Tunggu... Editor - Fanatik timnas Indonesia, pengagum Persija, pecinta sepak bola nasional

anak kampung sungai buaya yang tak punya apa-apa di jakarta selain teman dan keinginan untuk .....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Percayalah, Tuhan Akan Mensholatkanmu

16 Maret 2017   02:38 Diperbarui: 16 Maret 2017   12:00 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pemakaman almarhum Gusdur - viva.co.id

Bismillahirrahmanirrahim, awwaluhu waakhiruhu...

"Gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati meninggalkan belang."

Soal mati sekarang jadi trend. Indikatornya, ada spanduk yang dipasang di lingkungan masjid. Isinya, tak akan mensholatkan seseorang yang mendukung penista agama. Dalam hal ini agama Islam. 

Dasarnya adalah salah satu ayat dalam kitab suci Al-Qur'an. Dalam Islam, tafsir dari Al-Qur'an memang bermacam-macam. Dan itu sah-sah saja. Sejak dahulu memang sudah banyak buku tafsir yang beragam isinya. Tergantung alirannya. 

Karenanya, alasan sebagian kalangan yang menonak mensholatkan seseorang, yang dianggap tak layak, punya kedudukan sendiri dalam Islam. Mendebatnya sama saja dengan berpolemik. 

Tetapi dalam lingkup bernegara, tentu hal-hal seperti ini tak dibenarkan. Ajakan itu bisa diartikan sebagai provokasi. Perpecahan dan silang pendapat yang berujung konflik, bisa tercipta dari seruan tersebut. 

Menurut hemat penulis, hal ini sama saja dengan berbagai aliran agama yang muncul. Sebut saja misalnya Ahmadiyah atau Syiah atau Wahabi. Di satu sisi ini bagian dari tafsir keagamaan dalam Islam, di satu sisi aliran ini menimbulkan kericuhan. 

Pada posisi ini, negara tak bisa bergerak cepat. Negara, lewat aparat, kemungkinan bergerak setelah terjadinya kejadian sosial yang mengguncang, seperti kekerasan atau aksi anarkis. Dalam kasus Ahmadiah hal ini berulang berkali-kali. 

Kembali soal mensholatkan jenazah yang dianggap tak layak disembahyangkan itu, pun demikian. Negara tak bisa bergerak hanya sekedar dari spanduk. Tetapi, saat terjadi peristiwa ada orang beragama Islam yang ditolak disholatkan, negara harus hadir. 

Tindakan prepentif dilakukan. Pencegahan. Agar apa, ya agar tidak terulang lagi. Sebab, negara berkewajiban melindungi rakyatnya. Siapa pun itu. Saat kerisauan sudah meresahkan, spanduk akhirnya dicopot, baik dengan baik-baik atau dengan pemaksaan. Ini cara pandang negara. Umumnya begitu. 

Tetapi, soal sholat jenazah ini sejatinya tak perlu dirisaukan. Sebab, sholat jenazah tak wajib hukumnya. Hanya fardlu kifayah. Saat ada yang mewakili maka gugur kewajiban yang lainnya. 

Sholat itu kan sejatinya panggilan juga kewajiban. Ini kaitannya dengan muamalah ma'Allah. Tetapi itu sholat wajib; sholat lima waktu; shubuh, dzuhur, ashar, magrib, dan isya'. Bagaimana dengan sholat sunnah. Sholat sunnah itu sunnah nabi. Dianjurkan. 

Tetapi sholat jenazah itu kaitannya dengan muamalah maannas. Hubungan sosial. Orang yang punya rekam jejak baik di lingkungan sosialnya, niscaya saat datang ajalnya akan dihantarkan orang-orang terdekatnya atau yang peduli dengannya. 

Seseorang tidak bisa memaksakan kehendak harus disholatkan sekian orang, saat ajalnya tiba. Panggilan alamiahlah yang akan menentukan banyak atau tidaknya orang yang akan melakukan sholat jenazah. 

Ingat misalnya Muhammad Hatta mantan wakil presiden pertama Republik ini, saat ajalnya tiba, ribuan orang menghantarnya. Begitu pula dengan Gusdur. Tetapi bagaimana dengan kita yang hanya masyarakat biasa? Tentunya biasa pula jumlahnya. 

Gading atau belanglah yang akan menentukan itu. Percayalah, jika selama hidup senantiasa berbuat baik, bahkan pada kucing, semut, atau anjing sekalipun, alam akan memberikan mukjizatnya. Akan tetap ada yang mensholatkan. 

Lantas bagaimana jika lingkungan tempat tinggal memiliki faham tidak mensholatkan orang-orang tertentu. Jika berbeda pandangan, mulailah mencari masjid lain. Ada ribuan bahkan jutaan masjid, dan pastinya tak semuanya berkonsep menolak sholat jenazah. 

Ya beresiko sih. Tapi itulah perbedaan. Keragaman. Gak sesuai atau sealiran ya cari yang sefaham. Berbaur tetap, tetapi urusan keyakinan dalam pandangan kan tak bisa dipaksakan. 

Pepatah pada kalimat awal kiranya bisa jadi pegangan. Mau meninggalkan gading atau belang. Berbuat baiklah pada sesama, bersosiallah. Tak ada manusia yang ditolak bumi. Percayalah, Tuhan lebih Maha Tahu tentang keputusannya menciptakan manusia dengan beragam dan berbangsa-bangsa. 

"Tak akan berubah suatu kaum, sampai kaum itu merubahnya dengan sendiri." 

Mari sholat sebelum disholatkan. 

Wallahua'lam bisshawwab...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun