Mohon tunggu...
Abdul Susila
Abdul Susila Mohon Tunggu... Editor - Fanatik timnas Indonesia, pengagum Persija, pecinta sepak bola nasional

anak kampung sungai buaya yang tak punya apa-apa di jakarta selain teman dan keinginan untuk .....

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Garuda Jaya, Standart Indra Sjafri, dan Kisah Hilangnya Nyali

21 Juni 2016   07:01 Diperbarui: 21 Juni 2016   12:26 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau dulu, teman-teman saya suka bercerita, biasanya petinggi PSSI sampai rela menjual surat mobil hingga rumah sekalipun untuk membuka talangan untuk timnas. Mereka percaya, selalu ada cara untuk menghidupkan sepak bola. Mereka pun tak jadi miskin mendadak. “Sepak bola selalu punya cara tersendiri untuk menyelesaikan masalah,” kata teman saya itu.

Tetapi, kini entahlah. Saya tidak tahu persis bagaimana. Mungkin petinggi PSSI memang sedang tak punya dana. Mungkin mereka sudah tak punya apa-apa. Untuk memulai membentuk timnas Indonesia U-19, sepertinya sulit setengah mati. Saya masih tak habis pikir mengapa dan mengapa.

Dan, lihatlah di media massa. Petinggi sepak bola Indonesia itu, baik yang di klub dan federasi, lebih sibuk memikirkan kekuasaan. Mereka lebih sibuk memikirkan Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI untuk memilih ketua umum baru. Ini pun sebenarnya tak bisa sepenuhnya disalahkan. Masalahnya, timnas Indonesia U-19 sejauh ini terabaikan nasibnya.

***

Pada tahun 2013 itu, nama Garuda Jaya begitu populer. Indra Sjafri bersama anak asuhannya, berhasil menyita perhatian. Timnas Indonesia U-19 yang sudah sekian lama terabaikan, mengangkat harkat bangsa. Mereka berhasil meraih gelar juara Piala AFF U-19. Tahun itu, dahaga 22 tahun tanpa gelar sepak bola di pentas internasional (resmi), terpuaskan.

Lebih tercengangnya lagi, kisah Indra menemukan pemain menghiasi media. Berbulan-bulan, Indra “blusukan” dari kampung ke kampung, dari pulau ke pulau, dari provinsi ke provinsi. Ia mencari bibit pemain terbaik untuk timnas Indonesia U-19, yang akhirnya ia beri nama “Garuda Jaya”. Sejak 2013 pula, timnas Indonesia U-19 lebih dikenal dengan Garuda Jaya.

Apa yang dilakukan Indra Sjafri untuk membuat tim juara, akhirnya pun menjadi standar baru di benak masyarakat. Pelatih timnas harus melakukan pencarian ekstra. Jika tak meniru jalan yang sudah dirintis Indra, maka cacatlah cara pembentukan timnas tersebut. Pasti ada yang salah.

Fakhri, yang menggantikan posisi Indra, mau tak mau menerapkan standar itu. Ia juga berkeliling Indonesia mencari pemain. Pemusatan latihan dengan segudang jadwal uji coba internasional dijalankan. Espektasi sama bisa mengharumkan nama Indonesia juga dibebankan pada Fakhri. Sayang, usaha Fakhri sia-sia. (Ya, begitulah, sakit rasanya jika membicarakan kisah mengapa jadi sia-sia.)

***

Tahun 2016, sepertinya Garuda sedang menjelma jadi perkutut. Untuk mengasuh Garuda, burung raksasa yang konon katanya punya kekuatan sakti mandra guna itu, tentu saja tak mudah. Dibutuhkan sosok yang sakti mandraguna pula. Tanpa sosok sakti, mungkin setara Sunan Kalijaga, Garuda akan liar.

Tetapi untuk mengasuh perkutut tak perlu sosok setinggi Sunan Kalijaga. Cukup telaten saja. Dengan penanganan yang baik dan benar, tentu juga dengan disiplin, perkutut bisa berharga mahal. Dacari orang pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun