Mohon tunggu...
Maitsa Shafa
Maitsa Shafa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiwa

we are all here to learn and grow

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Inner Child Dapat Mempengaruhi Kesehatan Mental?

3 November 2023   23:18 Diperbarui: 3 November 2023   23:46 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Inner child adalah kepribadian yang terdapat dalam diri seseorang sebagai sifat atau sikap kekanak-kanakan pada masa dewasa seorang individu. Menurut John Bradshaw, inner child merupakan hasil pengalaman atau peristiwa masa lalu yang belum terselesaikan dengan baik. Bagaimana seorang anak memperoleh pengalaman yang baik di masa kecil dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan dewasa anak, sedangkan pengalaman buruk yang dialami akan meninggalkan luka batin. Hal ini membuat perilaku seseorang terbentuk oleh inner child yang ada dalam dirinya. Inner child dapat terbentuk dan muncul pada diri seseorang yang sudah dewasa sebagai bentuk perilaku atau kondisi emosional yang tidak disadari. Batin anak yang terluka dapat bertransisi hingga dewasa dan mengganggu perkembangan emosi individu yang mengalaminya.

            Menurut Whitfield, setiap individu memiliki inner child yang merupakan bagian dari diri seseorang sejak masa kanak-kanak dan pada akhirnya tetap terbawa hingga orang tersebut hidup, memiliki energik, kreatif, dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Keberadaan inner child ini tidak hanya mengenai luka masa lalu, tetapi juga berlaku pada masa yang dijalani seorang individu untuk dijadikan evaluasi dan penyeimbang dalam memaknai kehidupan. 

Diamond mengemukakan bahwa inner child merupakan kumpulan peristiwa baik maupun peristiwa buruk yang dialami oleh anak dan akan membentuk kepribadian anak tersebut hingga dirinya dewasa. Peristiwa yang menimpa anak akan terekam dalam ingatan sehingga anak dapat mengingat dengan jelas apa yang telah dipelajari dan diajarkan. Inner child ini sangat berpengaruh terhadap kepribadian dan sikap yang berkaitan dengan kesehatan mental individu.

            Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal ini meliputi faktor biologis dan psikologis. Faktor biologis yang berpengaruh langsung terhadap kesehatan mental, yaitu otak, endokrin, genetik, dan psikologis yang mempengaruhi kesehatan mental khususnya pengalaman awal yang berkaitan dengan perkembangan seorang individu dari masa kanak-kanak hingga masa dewasa. Tumbuh kembang seorang anak dipengaruhi oleh bagaimana orang tua memperlakukan anaknya sehingga tingkah laku dan sikap dapat terbentuk. Hubungan antara orang tua anak akan lebih baik jika sikap orang tua dapat menyesuaikan dengan kondisi anak

Masa kanak-kanak merupakan usia dimana individu sangat mudah menyerap segala  sesuatu yang dilihat, didengar, dan dialami secara langsung. Peristiwa masa kecil yang dialami oleh individu seperti penelantaran, kehilangan orang terdekat, penganiayaan fisik atau emosional dapat menimbulkan trauma pada inner child individu  yang akan terus berlanjut dan terbawa oleh individu tersebut hingga dirinya dewasa, apalagi jika trauma tersebut terjadi secara tidak disadari sehingga sulit untuk disembuhkan. Penelitian oleh Mardiyati menunjukkan bahwa anak yang  mengalami trauma fisik atau psikis sejak kecil akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang depresi, agresif, pemurung, mudah menangis, dan memungkinkan untuk melakukan tindakan kekerasan.

Trauma yang terjadi pada masa kanak-kanak dapat mempengaruhi kehidupan anak tersebut pada masa remaja hingga dewasa. Bentuk peristiwa traumatis pada masa kanak-kanak yang dominan yaitu peristiwa kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Peristiwa traumatis lainnya yang dapat terjadi pada anak yaitu berupa pengabaian, penolakan, dan peristiwa perpisahan dengan orang terdekat. Dampak dari peristiwa traumatis yang sering dirasakan  individu adalah kecemasan, ketidakmampuan mengendalikan diri, emosi negatif, permasalahan dalam hubungan keluarga, dan gangguan tidur. Bahkan, ada pula dampak yang memerlukan perhatian utama, yakni melukai diri dan kecenderungan bunuh diri.

Seorang anak yang mengalami kekerasan fisik  akan  mengembangkan emosi negatif berupa rasa takut, perasaan penolakan dari lingkungan, dan patah hati yang akan menyebabkan anak ketika dewasa nanti  akan berusaha semaksimal mungkin agar  orang lain menerima dirinya karena takut tidak diterima dan ditinggalkan oleh orang lain. Anak yang pernah mengalami pelecehan seksual sangat mungkin diancam oleh pelaku untuk tidak menceritakan hal tersebut kepada siapa pun, sehingga membuat anak  merasa malu, takut, dan mulai menutup diri. Hal ini tentu dapat mengganggu proses pengolahan emosi dan kesehatan mental anak.

Individu yang tidak mengetahui dan memahami inner child dalam dirinya atau bahkan memilih untuk membiarkannya akan menimbulkan dampak buruk ketika berinteraksi dengan lingkungannya. Sebaliknya, individu yang mengetahui dan mampu menerima inner child dalam dirinya akan melahirkan aktivitas positif hingga individu tersebut dapat berkembang dengan baik. Perlakuan terhadap inner child dalam diri akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan di masa depan yang berkaitan dengan kecerdasan emosional seseorang. Maka dari itu, sangat penting bagi setiap individu untuk lebih memahami inner child yang terdapat dalam dirinya sehingga luka tersebut dapat sembuh dan terselesaikan dengan baik.

Inner child merupakan bentuk dari ego anak yang hadir karena luka dari pengalaman masa kecil hingga mempengaruhi kehidupan seseorang dan bagaimana dirinya bereaksi terhadap sesuatu termasuk bagaimana dirinya memandang dan menghargai diri sendiri. Sisi ini tidak dapat dipisahkan begitu saja dalam diri individu. Inner child memiliki sisi positif dan negatif. Setiap individu akan memiliki kedua sisi tersebut tergantung dari pengalaman yang dialami semasa kecil. Sisi negatif ini memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan.

Seperti yang diungkapkan oleh Surianti, pengalaman menyakitkan yang dialami seseorang sewaktu kecil, seperti penganiayaan, penelantaran, dan kurangnya kasih sayang serta perlindungan dari orang tua akan melukai inner child seseorang yang dapat terbawa hingga dirinya dewasa. Ketika seseorang menyaksikan kejadian orang tuanya yang sering bertengkar, maka ketika dirinya beranjak dewasa, anak tersebut akan menjadi pribadi yang cenderung tertutup, sulit percaya kepada orang lain, dan mudah merasa kesepian. Kepribadian seperti ini akan mengganggu seseorang dalam menjalani kehidupannya. Inner child yang terluka ini dapat menimbulkan trauma yang serius dan kesehatan mental yang tidak baik.

Anak-anak sangat sensitif dan mudah terluka, jadi mengenali inner child sejak dini merupakan sesuatu yang perlu. Jika seorang anak melakukan kesalahan saat dewasa, maka perlu dilihat kembali pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak. 

Hal ini disebabkan oleh pola asuh orang tua yang kurang memberikan ruang bagi anak untuk dapat mengungkapkan perasaannya sehingga luka emosional yang dialaminya terlalu dalam. Sehingga tidak semua bisa mengontrol dan menerima inner child. Seorang individu tidak bisa menyalahkan inner child yang ada dalam dirinya, namun hal yang perlu dilakukan adalah merangkul inner child yang ada dalam dirinya. Tentu saja, semua reaksi yang dikeluarkan individu berasal dari apa yang mereka dengar, lihat, dan alami ketika mereka masih kecil. Batin anak membuat individu bereaksi tanpa menyadari sepenuhnya apa yang terjadi pada dirinya (Afriani, 2021).

Astriwi menjelaskan cara menghadapi inner child, hasil pengalaman masa lalu yang  membentuk inner child dapat dilihat dari berbagai sifat baik dan buruk seperti kemarahan dan penindasan. Sedangkan inner child  dari pengalaman yang baik bisa menjadi bersemangat dan energik. Inner child dapat menimbulkan permasalahan pada kestabilan emosi, perilaku, dan  hubungan sosial seseorang dengan lingkungan. Beberapa hal yang dapat diakukan untuk mengelola inner child adalah: i) menyadari keberadaannya, ii) mendengarkan dan memahami, iii) bermeditasi, dan iv) mencari bantuan profesional.

Inner child yang terdapat dalam diri setiap individu seharusnya menjadi sesuatu yang dapat dikendalikan baik dari segi diri sendiri maupun dari segi emosi. Penelitian yang dilakukan Gottman mengenai kebutuhan emosional anak menunjukkan bahwa anak paling bahagia dan sukses bila didengarkan, dipahami, dan ditanggapi dengan  serius oleh orang tuanya. Perasaan negatif yang dirasakan anak akan hilang bila dirinya bisa dengan mudah mengungkapkan perasaannya, memberi nama pada emosi yang dirasakannya, dan merasa dipahami. Oleh karena itu, orang tua harus mewaspadai gangguan kesehatan mental dan perilaku yang timbul akibat emosi tersebut.

Menurut Hasiana, keluarga memegang peranan penting agar anak mendapat bimbingan, pendidikan, dan arahan sehingga dapat mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik. Lingkungan keluarga yang positif dan mendukung tumbuh kembang anak adalah keluarga yang dapat membina, memberikan kasih sayang dan perhatian, serta menjadi teladan yang baik bagi anak terutama dalam mengekspresikan emosinya. Pemahaman anak terhadap emosi yang dirasakannya akan membantu anak untuk mengarahkan tindakan atau perilakunya. Orang tua yang melakukan pembinaan emosi memantau emosi anak-anak mereka, melihat emosi negatif anak-anak mereka sebagai kesempatan untuk mengajari mereka, membantu mereka memberi label pada emosi, dan melatih mereka untuk menghadapi emosi secara aktif.

Penting untuk memberikan pembiasaan pada anak agar mampu menyalurkan emosinya dengan baik. Emosi yang dirasakan anak harus disalurkan dengan baik ketika dirinya merasa marah, sedih, atau senang dengan cara mengungkapkannya tanpa meluapkan emosi pada tempat yang salah. Misalnya melampiaskan kepada teman karena hal tersebut bukanlah tindakan yang baik. Untuk mengendalikan emosi anak, orang tua harus memberikan validasi emosi terlebih dahulu sebagai bentuk memelihara kondisi kesehatan mental dengan baik.

Oleh karena itu, dengan memberikan pola asuh yang mendidik dan penuh kasih sayang, anak tidak akan merasa kekurangan kasih sayang dan kebutuhan emosi anak dapat terpenuhi. Inner child yang dimiliki oleh individu ini dapat dijadikan sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan, baik dari segi diri sendiri maupun dari segi emosi. Namun jika kebutuhan emosional tidak diberikan validasi emosional, maka inner child akan mempengaruhi kontrol emosi yang tidak terkontrol pada diri anak sehingga menghambat tumbuh kembangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun