Apa itu Kejahatan?
Kejahatan menurut tata bahasa, merupakan perbuatan dan tindakan jahat seperti yang lazim orang ketahui atau dengarkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kejahatan dimaksudkan sebagai suatu perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang telah disahkan oleh hukum tertulis.
Pengertian kriminologi berasal dari istilah Kriminologi itu sendiri yang secara etimologis berasal dari kata crimen yang artinya kejahatan, dan logos yang artinya pengetahuan atau ilmu pengetahuan sehingga kriminologi dapat diartikan ilmu pengetahuan tentang kejahatan. Untuk pertama kalinya istilah kriminologi digunakan oleh P.Topinard (1830–1911) seorang ahli antropologi Perancis pada tahun 1879, sebelumnya istilah yang banyak dipakai adalah antropologi kriminal.
Namun, sebenarnya studi tentang kejahatan sudah lama dilakukan oleh filsuf Yunani Kuno seperti Plato dan Aristoteles, khususnya usaha untuk menjelaskan sebab-sebab kejahatan. Dalam bukunya „Republiek‟, Plato menyatakan bahwa emas dan manusia merupakan sumber dari banyak kejahatan. Makin tinggi kekayaan dalam pandangan manusia, makin merosot penghargaan terhadap kesusilaan. Dalam setiap negara yang terdapat banyak orang miskin, dengan diam-diam terdapat bajingan-bajingan, tukang copet, pemerkosa agama, dan penjahat dari bermacam-macam corak. Kemudian, dalam bukunya “De Wetten”, Plato juga menyatakan bahwa jika dalam suatu masyarakat tidak ada yang miskin dan tidak ada yang kaya, tentunya akan terdapat kesusilaan yang tinggi di sana karena di situ tidak akan terdapat ketakaburan, tidak pula kelaliman, juga tidak ada rasa iri hati dan benci. (Bonger. 1982: 44).
Aristoteles menyatakan bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk kemewahan. (Santoso dan Zulfa, 2001: 1).
Thomas van Aquino (1226-1274) memberikan beberapa pendapat tentang pengaruh kemiskinan atas kejahatan. Orang kaya yang hanya hidup untuk kesenangan dan memboros-boroskan kekayaannya jika pada suatu saat jatuh miskin, mudah menjadi pencuri. Kemiskinan biasanya memberi dorongan untuk mencuri. (Bonger. 1982: 45). Studi kejahatan secara ilmiah pada abad 19 di tandai dengan lahirnya statistik kriminal di Prancis pada tahun 1826 sebagai hasil penyelidikan awal yang dilakukan Adolphe Quetelet (1796–1874) dengan dihasilkannya statistik kesusilaan atau “moral statistics” (1842), dan diterbitkannya buku L’Uomodeliquente pada tahun 1876 oleh Cesare Lombroso (1835–1909).
Bonger mengatakan kejahatan adalah perbuatan antisosial yang secara sadar mendapat reaksi dari negara berupa pemberian derita dan kemudian sebagai reaksi terhadap rumusan hukum (legal definition) mengenai kejahatan. (Topo Santoso dkk, 2010: 14).
Menurut Durkheim, mengartikan kejahatan sebagai gejala yang normal pada masyarakat, apabila tingkat keberadaannya tidak melampaui tingkat yang dapat dikendalikan lagi berdasarkan hukum yang berlaku (Bonger, W.A, 2012: 95).
Kejahatan dilihat dari sudut pandang pendekatan legal diartikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar hukum pidana atau Undang-Undang yang berlaku di masyarakat. Pada hakikatnya suatu perbuatan melanggar hukum pidana atau Undang-Undang yang berlaku dalam suatu masyarakat adalah suatu perbuatan yang sangat merugikan yang bersangkutan. (Yesmil Anwar, 2010: 14).
Kejahatan yaitu perbuatan yang merugikan masyarakat sehingga terhadapnya diberikan reaksi yang negatif. Kejahatan sebagai suatu gejala dalam lingkup masyarakat (crime insociety), dan merupakan bagian dari keseluruhan proses-proses sosial produk sejarah dan senantiasa terkait pada proses ekonomi yang begitu mempengaruhi hubungan antar manusia (Yesmil Anwar : 2010,57).
Sutherland menekankan bahwa ciri-ciri pokok dari kejahatan adalah perilaku yang dilarang negara karena merupakan perbuatan yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu, negara memberikan reaksi dengan hukuman sebagai upaya pamungkas. Dilihat dari segi hukum, kejahatan dapat di definisikan, kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah hukum, tegasnya perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaidah hukum, dan tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah ditetapkan dalam kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat dimana yang bersangkutan bertempat tinggal (Ninik Widiyanti dan Yulius Waskita, 2017: 29).