Mohon tunggu...
MAITSAA ALIIFAH
MAITSAA ALIIFAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

43221010100 - Dosen Pengampu: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak - Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

A-403 TB 2: Pencegahan Korupsi dan Kejahatan Melalui Pendekatan Paideia

13 November 2022   22:43 Diperbarui: 13 November 2022   23:19 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya.

Menurut Robert Klitgaard, “Korupsi adalah perbuatan menyimpang dari tugas resmi suatu instansi pemerintah atau melakukan perbuatan-perbuatan pribadi untuk keuntungan pribadi berupa kedudukan atau uang (perorangan, kerabat dekat, golongan sendiri) merupakan perbuatan yang  melanggar itu.

Robert Klitgaard, dalam hal ini, melihat korupsi tipikal pegawai negeri dan pejabat negara sebagai "menggunakan posisi seseorang untuk  keuntungan pribadi". Menurut Robert Klitgard, secara historis istilah tersebut merujuk pada tindakan politik. Menurutnya, kata korupsi menciptakan rangkaian citra jahat. Kata ini berarti segala sesuatu yang menghancurkan keutuhan.

Di sisi lain, menurut Jeremy Pope, “Korupsi mencakup perilaku  pejabat sektor publik, baik politisi maupun pegawai negeri. Mereka secara tidak pantas dan ilegal memperkaya diri mereka sendiri dan orang-orang yang dekat dengan mereka dengan menyalahgunakan kekuasaan yang dipercayakan kepada mereka.

Seorang filsuf yang melihat korupsi sebagai masalah umum daripada kejahatan adalah Thomas Hobbes. Korupsi itu wajar, menurut filosof ini. Korupsi  erat kaitannya dengan fitrah manusia itu sendiri. Kepribadian intrinsik seseorang mempengaruhi cara mereka memandang lingkungan dan masyarakatnya. Jika orang memiliki kepribadian penting, seperti orang-orang Hobbes yang hidup dalam suatu sistem, sistem tersebut secara otomatis terpengaruh.

Dari garis pemikiran inilah Hobbes membentuk suatu masyarakat yang menganut paham realisme, positivisme, dan materialisme. Oleh karena itu, manusia di dalam dirinya merupakan kontradiksi antara  yang baik dan yang jahat. Hobbes berargumen bahwa konsep ``baik'' dapat diterapkan pada objek kesenangan, dan bahwa konsep ``jahat'' dapat diterapkan pada penghindaran. Jadi keinginan adalah sifat manusia.

Aristoteles mengatakan bahwa manusia  adalah makhluk sosial dan politikon (makhluk sosial dan politik). Orang hidup dalam politik dengan budaya dan sistem sosial yang mengaturnya. Hal ini juga ditekankan oleh gurunya, Plato, bahwa masyarakat tidak akan terbayangkan tanpa seorang pemimpin. Jika Aristoteles dan Plato menginginkan para pemimpin polis untuk menciptakan masyarakat yang bijaksana, tercerahkan (aristokratis) dan damai, maka Hobbes sangat berbeda. Bagi Hobbes, isu pertama adalah ekonomi dan keberlangsungan hidup manusia.

Bagi Hobbes, masyarakat seperti tempat di mana orang-orang dengan berbagai ide, cara berpikir yang memenuhi kebutuhan ekonomi mereka dan, pada akhirnya, kebutuhan hidup  itu sendiri. Menurut Hobbes, masyarakat  adalah "sebuah perangkat buatan yang dirancang untuk mempromosikan kepentingan dasar semua manusia, suatu mekanisme yang bekerja berkat interaksi antara bagian-bagian  yang pada dasarnya independen dan terpisah. Melalui mekanisme yang ditetapkan pada tahun

Korupsi adalah kejahatan yang semakin meningkat. sulit untuk dikriminalisasi karena, karena  korupsi memiliki banyak segi yang membutuhkan kecerdasan penyidik dan aparat penegak hukum, dan dengan pola perilaku yang bersih, mengubah dan mengembangkan undang-undang adalah cara untuk mencegah korupsi.

Korupsi berkaitan dengan banyak persoalan kompleks seperti persoalan moral dan sikap, gaya hidup dan budaya, lingkungan sosial, sistem ekonomi dan politik. Mengatasi karakteristik ini adalah cara yang sudah lama dikenal untuk memberantas  korupsi dengan menggunakan instrumen hukum pidana sebagai alat kebijakan kriminal untuk mencegah atau menahan kejahatan.

Tindak Pidana Korupsi di Indonesia telah berkembang dalam 3 (tiga) tahap yaitu elitis, endemic, dan sistematik :

  • Pada tahap elitis, korupsi masih menjadi patologi sosial yang khas di lingkungan para elit/pejabat.
  • Pada tahap endemic, korupsi mewabah mengjakau lapisan masyarakat luas.
  • Lalu ditahap yang kritis, ketika korupsi menjadi sistemik, setiap individu di dalam sistem terjangkit penyakit yang serupa. Penyakit korupsi di Indonesia ini telah sampai pada tahap sistematik. Perbuatan tindak pidana merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary-crimes). Dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan “secara biasa”, tetapi dituntut caracara yang “luar biasa “ (extra-ordinary enforcement).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun