Mohon tunggu...
Suci Maitra Maharani
Suci Maitra Maharani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tidak suka kopi

Quarter of Century

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cemburu] Yang Lebih Dosa dari Dosa

3 November 2018   01:30 Diperbarui: 3 November 2018   01:44 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mengangguk, menuju kamar. Lekas kuambil ponsel dari dalam tas, beberapa detik kemudian layar kotak itu berubah gelap, tak ada lagi daya yang masih nyala. Aku hanya ingin segera rebah, perjalanan kali ini terasa begitu lelah. Entah karena aku tak terbiasa naik kendaraan umum atau karena sebab-sebab lainnya.

Tapi kamar ini seperti sedang tak ingin memanjakanku walau sejenak. Serapat apapun kucoba katupkan mata, tetap keduanya lagi-lagi terbuka, dan tanpa bimbingan siapapun aku kembali menyaksikan sebuah drama rumah tangga yang tampak amat manis, bertahun-tahun lalu.

Aku menggeleng dalam pejam. Bukan untuk ini aku pulang ke rumah Ibu. Aku tidak terlalu suka mengenang. Membongkar kenangan bagiku adalah deret kusam dari hal-hal tak berguna yang banyak membuang waktu. Maka aku tetiba heran saat mendapati seantero dinding kamar ini kosong --sebagaimana yang kumiliki sepanjang hidup saat melajang- kecuali gambarku yang terabadi tengah intim merapat peluk bersama Hen dalam balutan gaun pengantin yang menjuntai-juntai. Aku mengutuk diri sendiri. Sejak kapan aku menyukai foto?

Dan waktu menarikku jauh pada masa-masa awal setelah pose itu terpajang di situ.

"Hen, tapi kau tahu aku tidak pernah sepenuh hati menerima ini semua." suatu hari aku bicara padanya. Jelas, terang, dan putus asa.

"Kita butuh waktu." jawab Hen, disertai senyum seperti biasa.

"Sampai kapan? Ada banyak jalan yang lebih membahagiakan, Hen. Kita bisa bercerai, memulai hidup masing-masing, dan lebih bahagia."

Hen diam, membuatku sedikit menunggu.

"Sampai aku merasa kuat melepas seseorang yang kucintai sejak usianya belum genap tujuh belas. Karena aku, aku belum puas memperhatikannya semenjak pertama kali jumpa di acara temu keluarga besar belasan tahun lalu. Dan, sampai aku berani membuka tanganku untuk tak lagi menggenggam tangannya, tapi aku juga mesti memastikan saat itu aku sudah tidak bernyawa. Aku benci kehilangan."

"Hen, kau egois. Egois!!"

Hen memelukku yang guncang dalam tangis. Sedang aku sendiri tak mengerti, apa sebenarnya yang kutangisi? Siapa sesungguhnya yang egois?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun