"Pekan depan kau ikut aku ke ujung timur pulau ini, Al. Sebuah tambang mineral yang kaya, yang mestinya cukup bagi negara ini untuk merasa jera pada kelalaian bertahun lalu, dan mengolahnya sendiri meski perlu kerja yang lebih keras."
Aku diam walau sempat mengangguk.
"Semoga tak terlambat." tambahnya.
***
"Saya mencoba menghubungi Prof sejak beberapa hari lalu, namun tak satupun berhasil. Saya menunggu jawaban dari Prof."
Aku akhirnya memberanikan diri mengirim pesan pada Prof. Rad, sepenuh cemas menunggu kabar darinya. Apa gerangan yang terjadi? Sejak rencananya seminggu lalu, ia menghilang begitu saja.
***
"Kita hanya memiliki sekitar tiga puluh persen saja dari kekayaan Negara, Al. Entah apa yang terjadi, roda waktu menggilas semuanya dan menempatkan kita pada masa seperti kini."
Prof. Rad berbicara sepenuh perhatian, dan segera dicondongkan tubuhnya ke depan seraya berbisik, "hanya dua tersisa harta yang kita punya. Pulau, dan BUMN. Sedangkan BUMN itu pun menyisakan dua yang terbesar yang masih segar beroperasi dan amat kita butuhkan, ini dan ini."
Prof. Rad menunjukkan dua logo persero di layar ddcnya. Logo pertama adalah tiga warna membentuk formasi sirip daun, logo kedua menyerupai petir.
"Jika keduanya terlempar juga, kita tak memiliki apa-apa lagi, Al."