Mohon tunggu...
Suci Maitra Maharani
Suci Maitra Maharani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tidak suka kopi

Quarter of Century

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Tanggal yang Tidak Tertera di Kalender

1 Januari 2017   00:04 Diperbarui: 1 Januari 2017   04:02 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun berjalan terus, kalender kami banyak berganti. Pada setiap cita-cita yang selesai sesuai tanggal, Ayah kembali menyusunnya, memisahkan tanggal dari gerombolannya, dan memajangnya di pigura agar kelak menjadi jejak kenangan. Kelak tanggal-tanggal ini adalah bukti bahwa kau pernah menaklukkan masa, Ek, dan akan membuatmu terus bersemangat melakukannya, katanya ketika kami barusaja mengganti kalender ke duabelas sejak kalenderku yang pertama di usia lima. Aku lama memikirkan kata Ayah barusan dengan penuh takjub. Betapa hebat memiliki kalender, kagumku dalam hati, dan betapa hebat memiliki Ayah seorang penakluk tanggal-tanggal.

Kami terus lakukan itu, membeli kalender pada hari terakhir di bulan terakhir setiap tahun, membongkar ulang tanggal-tanggal, mencocokkan kalender lama dan baru, hingga membuat pilihan-pilihan ketika tanggal yang telah kami susun rupanya harus banyak mengalami bongkar ulang di tengah jalan.

“Bagaimanapun, tanggal-tanggal seperti angin, Ek, mereka memiliki arah hembusnya sendiri.”

Aku tertegun. Kepalaku banyak mengingat, kadang tanggal memang seolah tak bersahabat dan tanggal satu mengacaukan susunan tanggal lainya. Tapi itulah alasan terciptanya pilihan, sebab tanggal lainnya lagi akan selalu ada sebagai penyelesaian.

“Juga, dalam sejarah panjang kalender milik semua manusia, ada satu tanggal yang tak tertera di kalender, Ek.”

“Tak tertera di kalender? Kita tentu tak akan bisa menyusunnya, Ayah.”

“Benar. Karena tanggal itu mutlak milik Tuhan.”

Aku mengernyit seketika. Ayah tersenyum bijak.

***

Ini adalah kalender ke duapuluh dua, sejak kalender pertamaku di usia lima. Aku masih membeli kalender, menyusun tanggal, mencocokkan kalender baru dan lama, juga membuat pilihan-pilihan. Tapi semuanya amat jelas terasa berbeda. Aku telah dewasa, melakukan semua sendiri kini.

“Akan tiba masa kau mengerti tanggal yang tak tertera di kalender, Ek. Tak perlu khawatir, setelahnya kau hanya perlu melakukan semuanya seperti biasa.” ucap Ayah menasihati. Aku memang awalnya masih ingin berlaku abai dan tak peduli, tapi tanggal itu kemudian datang lalu terbukti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun