Penghasilan pekerja/buruh menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan terdiri dari penghasilan upah dan non upah. Penghasilan berupa upah adalah penghasilan yang biasa diterima karena melakukan pekerjaan tertentu yang diberikan dalam jangka waktu tertentu seperti upah pokok dan tunjangan (bila ada) baik tunjangan yang bersifat tetap maupun tunjangan tidak tetap.Â
Penghasilan berupa non upah adalah penghasilan pekerja/buruh diluar upah tersebut yang bisa berupa tunjangan hari raya (THR) keagamaan, bonus, uang pengganti fasilitas kerja dan uang service pada bidang usaha tertentu.
Pasal 7 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan menyatakan bahwa tunjangan hari raya (THR) wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Dalam ketentuan pasal tersebut terdapat kata wajib yang artinya harus dilakukan dan bila tidak dilakukan (karena wajib) maka akan diberi sanksi.
Pemberian sanksi diatur lebih lanjut dalam pasal 59 PP tersebut yang menyatakan pengusaha yang tidak membayar THR akan menerima sanksi administrative dimana pemberian sanksi tersebut menurut pasal 61 tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar hak pekerja berupa THR dimaksud. Sanksi administrative yang diberikan tersebut menurut pasal 9 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 20 Tahun 2016 bisa berupa :
- Teguran Tertulis, atau bisa juga
- Pembatasan Kegiatan Usaha, yang menurut pasal 11 ayat (3) Permenaker tersebut berlaku hingga THR keagamaan dibayar pengusaha.
Persoalan yang terjadi sekarang adalah disaat pandemi covid-19 dimana banyak pengusaha menghentikan atau bahkan ada yang menutup usahanya dengan merumahkan dan/atau mem-PHK pekerja/buruh masihkah kewajiban membayar THR tersebut harus dilakukan ?Â
Bagi pengusaha yang telah menutup usahanya dan mem-PHK pekerja/buruhnya sebelum memasuki bulan puasa, jika  pesangon telah dibayar sesuai ketentuan undang-undang maka sudah tidak ada lagi kewajiban membayar THR. Hal ini karena hubungan kerja telah putus 30 hari sebelum hari raya.
Akan tetapi jika PHK tersebut dilakukan dalam rentang waktu 30 hari sebelum hari raya, maka menurut pasal 7 ayat (1) Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, untuk karyawan yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu, pengusaha masih berkewajiban membayar THR.Â
Demikian juga terhadap pekerja yang dirumahkan karena perusahaan menghentikan kegiatan operasinya atau terhadap pekerja/buruh yang masih aktive bekerja, terhadap mereka pengusaha berwajiban membayar THR jika telah jatuh tempo pembayarannya.
Bagi perusahaan yang bidang usahanya sangat berdampak akibat pandemi covid-19, kewajiban membayar THR tersebut tentunya sangat memberatkan. Hal ini karena tidak adanya pendapatan perusahaan disaat pandemi sehingga tidak ada sumber dana yang bisa digunakan untuk membayar THR.Â
Bidang usaha seperti kuliner, mall, retail, pertokoan serta industri kecil dan menengah hampir tidak ada aktivitas produksi dan penjualan sehingga banyak pekerja/buruhnya yang dirumahkan tanpa upah atau dengan upah tidak penuh. Hal ini karena selain tidak adanya pengunjung yang membeli, juga karena mall atau pertokoan tutup akibat PSBB.
Darimana pengusaha bisa membayar THR jika pemasukkan dari usahanya tidak ada alias sedang mengalami  zero-in-cash-flow ? Tentunya hal ini menjadi hal yang tidak mungkin. Apabila ternyata banyak pengusaha yang tidak mampu membayar THR, apakah penerapan sanksi-sanksi tersebut masih bisa dilakukan ?
Sementara bagi pekerja/buruh, THR adalah penghasilan yang sangat dinantikan. Uang THR biasanya tidak hanya digunakan untuk merayakan hari raya bersama keluarga tetapi ada juga yang dialokasian untuk membayar hutang atau membiayai pendidikan anak-anaknya. Â Apabila uang THR tidak diterima maka tidak ada biaya bagi pekerja/buruh untuk merayakan hari raya dan merealisasikan rencana keuangan lainnya.
Untuk mengatasi kesulitan ini tentunya harus dicari jalan keluar yang tidak merugikan semua pihak baik pekerja/buruh maupun pengusaha. Keduanya harus mencari penyelesaian terbaik. Bila memang THR tidak mungkin terbayar tepat waktu maka harus dilakukan perundingan untuk mencari kesepakatan bersama yang bisa berupa pembayaran THR secara dicicil atau ditunda.
Pengurangan nilai nominal THR bukan merupakan solusi yang dibenarkan secara legal karena menurut pasal 3 Permenaker  Nomor 6 Tahun 2016, nominal THR yang dibayarkan adalah sebesar upah pokok dan tunjangan yang bersifat tetap.Â
Bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja diatas 1 (satu) tahun terus menerus, THR diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah. Sedang bagi pekerja/buruh yang masa kerjanya 1 (satu) bulan hingga 11 (sebelas) bulan, besarnya THR diberikan secara prorata  yaitu upah sebulan dibagi 12 (dua belas) dan dikalikan masa kerja (dalam bulan).
Penerbitan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan No. M/6/HI.00.01/V/2020 Tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2020 Di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Covid-19 merupakan tindakan yang tepat karena bisa dijadikan pedoman bagi pengusaha dan pekerja/buruh serta semua pihak terkait dalam menentukan sikap agar solusi masalah kesulitan pembayaran THR bisa diterima semua pihak tanpa merugikan pihak manapun dan menutup ruang bagi salah satu pihak untuk melakukan gugatan atau mempermasalahkan legalitas hasil perundingan dikemudian hari.
SE Menaker tersebut meminta kepada para Gubernur untuk :
1. Memastikan perusahaan yang ada di wilayahnya untuk membayar THR Keagamaan sesuai peraturan perundang-undangan,
2. Bila perusahaan tidak mampu membayar THR Keagamaan sesuai peraturan perundang-undangan sebagai akibat pandemi covid-19, maka solusinya harus dihasilkan melalui proses dialog secara kekeluargaan antara pengusaha dan pekerja/buruh untuk mencapai kesepakatan bersama yang bisa berupa ; pembayaran THR secara bertahap atau ditunda hingga jangka waktu yang disepakati bersama dengan tetap memperhitungakan denda kelambatan pembayaran THR.
Kesepakatan  pada butir ke-2 tersebut harus dilaporkan kepada instasi pemerintah di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh melakukan pekerjaan.Â
#THR
#pandemi
#covid-19
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI