"Bagaimana, Din?" tanya Bu Desi.
Tiba-tiba Adinda menangis. Air mata mengalir di pipinya yang bulat. Ia mengangguk pelan. "Iya, Mama yang bikin, Bu," katanya mulai sesegukan.
"Nah, nah, nggak usah menangis. Ibu, kan, nggak marah," bujuk Bu Desi pelan. Diambilnya tisu dari dalam laci dan diletakkannya di atas meja. "Ayo, hapus air matanya."
Adinda mengambil tisu lalu menutupkan ke wajah. "Adin minta maaf, Bu."
Bu Desi mengangguk. "Jadi, kenapa mama yang mengerjakan PR kamu? Seharusnya mama tahu bahwa PR itu dibuat untuk melatih siswa di rumah. Juga melatih rasa tanggung jawab kamu," tutur Bu Guru sambil memandang Adinda yang masih terisak.
"Mama nggak salah, Bu. Adin yang lupa mengerjakan PR," kata Adinda terbata-bata. "Tadi waktu bangun tidur, Adin ingat belum buat PR. Adin takut dimarahi, jadi nggak mau ke sekolah. Mama membujuk Adin. Katanya nggak apa-apa sekali ini dibuatkan mama." Ia berbicara sambil menunduk malu. Tisu ditangannya sudah lusuh karena air mata.
"Adin ..., pekerjaan rumah itu tugas siswa. Tidak boleh mama yang mengerjakan," kata Bu Desi lembut. "Itu sama juga dengan berbohong. Lagi pula, PR ini sudah seminggu. Ada banyak waktu untuk mengerjakannya."
 Bersambung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H