piala dunia sepak bola digelar, selalu timbul tanda tanya besar di benak. Kenapa negara tercinta kita Republik Indonesia hingga saat ini belum pernah ikut berkompetisi di ajang internasional itu? Dulu pernah, sewaktu zaman Hindia Belanda.
Setiap kali perhelatan akbarPadahal sepak bola adalah olahraga paling digemari di negeri ini. Semua kalangan, baik tua, muda, miskin hingga kaya. Hampir semua mencintai sepak bola, dari pelosok daerah hingga ibu kota.Â
Negara kita juga memiliki kompetisi liga sepak bola yang tak kalah mentereng dibandingkan dengan negara lain. Setiap pertandingan selalu ramai penonton dan suporter yang fanatik.Â
Meski begitu, jumlah penggemar sepak bola di tanah air berbanding terbalik dengan prestasi Tim Nasional Indonesia. Bisa dihitung berapa kali tim negara kita menjuarai kompetisi skala internasional, baik dalam piala AFF, AFC dan FIFA.Â
Miris menurut kaca mata saya sebagai orang awam. Karena dengan 275 juta jiwa penduduk negara ini, seharusnya banyak sumber daya manusia berbakat yang bisa dilatih untuk menjadi pesepak bola handal.Â
Berkaca dari itu, saya menyoroti pembinaan sepak bola yang ada di sekitar.Â
Kebetulan saya mempunyai anak tiga orang anak laki-laki. Mereka semua berminat menjadi pemain sepak bola profesional. Sebagai orangtua yang mendukung cita-cita buah hati, kami mendaftarkan mereka ke Sekolah Sepak Bola (SSB). Masing-masing dimulai dari usia tujuh tahun.Â
Namun, banyaknya SSB ternyata bukan jaminan terciptanya pemain-pemain mumpuni. Saya perhatikan ada beberapa faktor penyebabnya, antara lain:Â
1. Tidak semua SSB yang aktif dan mempunyai agenda pembinaan usia dini.Â
2. Masih banyak pelatih usia dini yang belum memiliki lisensi. Dalam hal ini, kurangnya dukungan dari PSSI untuk penyegaran ilmu kepelatihan. Pelatih yang berpendidikan tentunya lebih kompeten dalam membina dan mengasah bakat-bakat pemain muda.Â
3. Minimnya sarana dan prasarana SSB. Dapat dilihat dari bola yang tidak layak pakai, tidak ada cones, gawang ukuran kecil, rompi dan lain-lain. Sehingga proses latihan tidak maksimal. Lapangan sepak bola juga banyak yang tidak terawat.Â
4. Kurangnya perhatian Asosiasi PSSI Kota maupun Provinsi dalam agenda pembinaan sepakbola usia dini. Minim campur tangan dalam penyelenggaraan festival sepak bola usia dini, pertandingan antar SSB, liga pelajar, liga Mandiri, kompetisi internal antar klub usia dini dan lain-lain.Â
5. Minimnya kompetisi usia dini. Kompetisi merupakan roh sepak bola. Ini merupakan proses berlatih dan dapat menjadi motivasi anak. Juga menjadi jurus untuk menghindari rasa bosan akibat berlatih terus-menerus. Kompetisi akan membangkitkan semangat bertanding dan mengasah keterampilan anak bermain dalam tim. Disamping itu juga melatih mental bertanding.
Seperti ada pepatah mengatakan: tajam pisau karena diasah.Â
Pemain bola akan menjadi pandai dan mahir apabila terus diasah dalam pertandingan dan kompetisi.Â
Untuk mendapatkan generasi sepak bola masa depan yang bagus, pembinaan usia dini adalah salah satu kunci utama.Â
Jika anak-anak Indonesia dibina sejak dini dengan tepat, benar, dan berkesinambungan, mudah-mudahan akan muncul generasi emas yang bisa membuahkan prestasi untuk kejayaan Tim Nasional Indonesia. Mengharumkan nama bangsa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H