Mohon tunggu...
Maimai Bee
Maimai Bee Mohon Tunggu... Novelis - Penulis

Hai. Saya Maimai Bee, senang bisa bergabung di Kompasiana. Saya seorang ibu rumah tangga yang mempunyai tiga orang putra. Di sela waktu luang, saya senang membaca dan menulis. Salam kenal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jendela yang Pecah (Bagian 3 - Tamat)

22 November 2022   22:47 Diperbarui: 22 November 2022   23:02 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apa syaratnya, Pak?" tanya Farid mewakili teman-teman."Saya ingin kalian membantu mencabuti rumput di halaman rumah ini," kata Pak Kumis sambil menunjuk halamannya.

Serempak Timo dan teman-teman melihat ke halaman rumah itu. Rumput-rumput itu tidak terlalu banyak. Bila mereka mencabutnya bersama-sama, dalam waktu satu atau dua hari akan habis.

 Akbar, Benu, Malik, Yono dan Kevin saling pandang. Joko menyikut Malik di sebelahnya. Ia menyeringai kecil. "Itu, sih, mucil," bisiknya pelan.

"Bagaimana?" tanya Pak Kumis meminta keputusan.

"Kami mau, Pak," jawab Timo. "Bagaimana, Bar?"

"Iya, Pak," sahut Akbar cepat. Teman-temannya yang lain mengangguk setuju.

"Baiklah, besok sore kalian semua ke sini. Sekarang pulanglah, hari sudah magrib."

"Tolong jangan kasih tahu ayah saya, Pak," kata Farid mengingatkan.

Pak Kumis mengangguk. "Asalkan kalian melaksanakan tanggung jawab sesuai perjanjian kita."

Farid mengangguk. "Baik, terima kasih, Pak," katanya sedikit lega. Ia dan teman-temannya segera menyalam Pak Kumis.

Mereka berjalan beriringan menuju rumah Malik. Timo memegang bolanya erat.

"Harusnya kita main bola di lapangan balai desa saja tadi. Enggak terlalu jauh, kok," kata Timo sambil berjalan.
"Iya," ujar Farid setuju. "Kalau di sana, mungkin aku nggak akan kena apes begini."

"Ah, sudahlah, Far, yang penting kita nggak dilaporin," sahut Joko berusaha menghibur.

Malik mengangguk. "Untungnya bapak itu baik. Aku sempat takut tadi melihat kumisnya. Kukira dia orang jahat."

Timo tertawa kecil. "Apalagi aku, Mal. Aku takut bolaku nggak dipulanginnya. Bisa dimarahi ayah, bola ini baru dibeli."

"Kukira kita mau dibawa ke kantor polisi tadi," ujar Kevin menambahi.

"Makanya kata bu guru, kita nggak boleh menilai orang dari penampilan saja. Buktinya Pak Kumis itu baik. Kita cuma disuruh nyabut rumput di rumahnya," kata Yono bijaksana.

"Ah, kamu takut juga tadi, kan, Yon," ledek Akbar menyikut lengan temannya.

"Iya juga, sih. Aku hampir terkencing-kencing tadi. Ha...ha...ha...." Yono tertawa geli.

"Besok kita kumpul di sini saja dulu. Kita pergi bersama-sama ke rumah Pak Kumis. Bagaimana?" tanya Malik sambil duduk di kursi rotan. Mereka sudah tiba di teras rumahnya yang luas.

Farid mengangguk. "Oke. Jam berapa?"

"Bagaimana kalau setelah pulang sekolah," usul Yono, "lebih cepat lebih baik."

"Iya, habis makan siang kita langsung ke sini," kata Akbar setuju.

"Aku besok piket kelas. Mungkin agak lama baru datang," ucap Timo.

Malik menoleh. "Nggak apa-apa, Tim. Kami tungguin di sini."

"Oke. Kalau gitu aku pulang dulu, ya. Mari semuanya," kata Timo melambai ke arah teman-temannya. Ia berjalan cepat menuju rumah.

***

Siang itu Timo pergi ke rumah Malik. Teman-temannya sudah menunggu. Mereka segera berangkat ke rumah Pak Kumis di dekat Pos Ronda.

Rumah itu tampak sepi. Jendela yang pecah kemarin ditutup dengan tripleks. Sudah tidak ada pecahan kaca di lantai. Pintunya terbuka sedikit.

"Assalamualaikum ...," ucap Akbar sambil mengetuk pintu. Ia disuruh teman-temannya memanggil karena badannya paling besar.

"Waalaikum salam." Terdengar sahutan dari dalam rumah.

Seorang perempuan tua membuka pintu dan mengernyit. "Ada apa, Nak?"

"Mm, ada Bapak, Bu? Bapak yang berkumis putih tebal," kata Akbar sambil mengintip ke dalam rumah.

"Oh, Pak Broto? Ada. Ayo, masuk dulu," ajak Ibu itu mempersilakan masuk.

"Tidak usah, Bu. Kami di sini saja," sahut Timo sungkan.

"Oh, baiklah." Ibu itu masuk kembali ke rumah. "Pak---ada anak-anak mencarimu."

Tak lama Pak Kumis alias Pak Broto datang. "Wah, cepat sekali kalian datang. Masih pukul tiga."

"Iya, Pak. Biar cepat selesai," jawab Yono sopan.

"Ayolah, kalau begitu. Kita mulai dari halaman belakang," ajak Pak Broto memimpin jalan.

Timo heran, ternyata Pak Broto ikut bekerja mencabut rumput bersama mereka. Ia mencangkuli rumput sambil bercerita tentang cucunya. Ada tiga orang dan semua tinggal di luar kota sehingga jarang datang berkunjung.

Ketika tukang kaca datang untuk memasang jendela, Pak Broto menemaninya ke depan. Mereka disuruh istirahat sebentar, minum es jeruk dan kue bronis buatan Bu Broto. Setelah tukang itu pergi, mereka kembali melanjutkan membersihkan halaman.

Ibu Broto juga ikut merapikan kebun bunganya.

Tidak terasa, halaman depan dan belakang sudah bersih. Gotong royong membuat pekerjaan menjadi cepat selesai. Rumput dan sampah ditumpuk di sudut halaman. Kata Pak Broto, besok akan dibakarnya jika sudah kering.

Hari mulai magrib. Timo dan teman-teman pamit pulang dengan hati riang. Tugas sudah selesai. Besok sore mereka akan bermain bola di lapangan balai desa. Kata Pak Broto, ia akan datang menonton sesekali. Sekarang mereka sudah berteman.

=Tamat=

Kotabaru, 17 November 2022

Catatan: mucil = kecil, gampang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun