Bola siapa ini?" tanya bapak tua itu garang. Kumisnya yang putih dan tebal membuatnya tampak bengis.Timo bergidik. Hatinya cemas melihat bola itu. Bagaimana bila bolanya tidak dikembalikan? Bola itu baru sekali ini dipakai, sayang sekali. Ia ingin meminta, tapi takut. Rasanya ingin menangis, tetapi ia malu.
""Saya tanya sekali lagi. Siapa yang punya bola ini?" tegas Pak Kumis dengan suara menggelegar. Matanya membelalak lebar.
Farid merasa bersalah. Ia tidak enak bila bola Timo diambil akibat perbuatannya. Namun, ia juga takut. Bagaimana bila bapak pemarah itu meminta ganti kaca jendela? Ia tidak punya uang. Lalu kalau bapak itu melapor ke polisi, ia bisa dipenjara. Ayahnya pasti akan marah besar.
Aduh, apa yang harus dilakukannya?
Malik menyikut lengan Timo. "Bagaimana ini, Tim?" bisiknya pelan.
Timo tidak menyahut. Ia masih menunduk gemetar.
"Kalau tidak ada juga yang mengaku, bola ini saya tahan." Pak Kumis menatap anak-anak yang berdiri di pinggir jalan. Semua tertunduk, tidak ada yang berani menatapnya.
"Satu ...." Ia mulai menghitung.
Timo dan teman-temannya bergeming.
"Dua ...."
"Ti--- ."