bola kaki di tangan kanan. Ia berbelok masuk ke teras rumah besar itu."Tim, kamu punya bola baru? Kamu sudah bongkar celengan?" tanya Yono yang duduk di kursi rotan. Ternyata sudah banyak teman-teman yang berkumpul di rumah Malik. Ada Akbar, Kevin, Benu dan Joko. Mereka sedang bermain stik di lantai bersama Malik. Sementara Yono dan Farid menonton dari atas kursi teras.
Sore itu sangat cerah. Langit biru tanpa awan. Timo berjalan menuju rumah Malik sambil membawa"Enggak, Yon. Ini dibelikan Om Deni, adik ayah," jawab Timo sambil memutar bolanya. "Kemarin Om Deni datang ke rumah. Dia bertanya saat melihat celengan ayam di atas buffet. Kata ibu, itu celenganku untuk membeli bola."
"Lalu dibelikan bola?" tanya Farid. "Wah, enak banget punya om yang baik."
Timo mengangguk. "Iya. Kata Om Deni, nggak usah dibongkar dulu celengannya tunggu sampai penuh. Nanti bisa dipakai untuk beli lain yang lebih perlu. Lalu Om Deni mengajak kami ke toko olahraga. Aku dibelikan bola ini. Keren, nggak?"
Ia menunjukkan bola berwarna biru putih itu kepada Farid.
"Iya, bagus." Angguk Farid. "Bang Rendi dibelikan juga?"
"Dia dibelikan sepatu futsal untuk latihan di sekolah. Adikku Gina dibelikan boneka berbi."
"Andai aku punya paman seperti Om Deni," ujar Yono mengkhayal.
Timo tertawa. "Ada-ada saja kamu, Yon."
Yono ikut tertawa. "Ayo, kita main bola saja kalau begitu. Ayo, Malik, Kevin, Akbar---nggak bosan apa kalian dari tadi main stik? Tuh, tangan kalian sampai merah semua."
Malik mendongak. "Kamu punya bola baru, Tim?"
"Iya, Mal. Ayo, kita main bola di lapangan balai desa," ajak Timo penuh semangat.
"Jauh banget ke sana, Tim," seru Benu. "Kita main di jalan depan saja. Masih sepi kalau jam segini."
"Iya, Tim, main di depan saja," dukung Akbar setuju. Ia mulai mengumpulkan stik dan memasukkan ke dalam kantong plastik.
"Kata Bu Guru, berbahaya main bola di jalan raya," sahut Kevin. Ia paling kecil di antara teman-temannya. Usianya baru delapan tahun, kelas tiga SD.
"Kita bukan main di jalan aspal, Vin, tapi di jalan tanah yang dekat pos ronda. Jalan itu sepi, palingan yang lewat cuma satu dua kendaraan." Benu menjelaskan panjang lebar.
"Ayolah kalau begitu," kata Malik setuju. "Stik kalian taruh di sini saja, nanti pas mau pulang baru diambil."
Teman-temannya mengangguk setuju. Mereka berjalan beriringan menuju pos ronda. Tempatnya di pertigaan jalan kompleks perumahan. Terdapat jalan tanah yang cukup lebar. Di kanan dan kiri jalan berjejer rumah-rumah. Di sebelah pos ronda terdapat taman PKK yang ditanami pandan, kumis kucing, jahe dan tanaman obat lainnya.
Yono membagi menjadi dua tim. Masing-masing tim berisi empat orang. Akbar dan Malik menaruh sandal mereka sebagai gawang. Mereka berdua bertugas menjadi penjaga gawang. Kadang bergantian dengan yang lain.
Permainan itu berlangsung seru. Mereka saling serang dan berlomba mencetak gol. Kelompok Malik sementara memimpin dengan empat gol mengalahkan kelompok Akbar yang berhasil memasukkan tiga gol.
Farid berlari menggiring bola dan akan menendang ke gawang lawan. Namun, ada Benu yang menghalangi. Farid bergeser dan melihat ada peluang dari sebelah kiri Kevin, ia pun menendang sekuat tenaga ke arah gawang.
Prang!
Bola itu meleset jauh dan mengenai jendela rumah di sebelah kiri jalan. Farid terkejut, wajahnya seketika menjadi pucat pasi. Teman-temannya saling pandang. Mereka ketakutan.
Pintu rumah berwarna hijau itu terbuka. Seorang laki-laki tua keluar dengan memegang bola di tangannya. Ia melotot ke arah Timo dan teman-teman.
"Bola siapa ini?"
Bersambung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H