Bel pulang sekolah berbunyi. Timo dan teman-teman kelas IVB SD Negeri 131 bergegas keluar kelas.
"Tim, kamu dijemput, ya?" tanya Janu dari belakangnya.
"Enggak, Jan, aku jalan kaki. Ibu repot memasak dan menjaga adik di rumah," jawab Timo. Ia berhenti untuk menunggu Janu lalu mereka berjalan bersama.
"Aku dijemput kakakku. Kamu mau numpang?" tanya Janu lagi.
Timo menggeleng. "Nggak usah, Jan, terima kasih. Rumahku dekat, kok. Lagipula rumah kita lain arah."
"Baiklah. Kalau begitu, aku duluan, ya. Sampai bertemu besok." Janu melambai dan berjalan cepat menuju motor merah yang parkir di samping pagar sekolah. Kakaknya sudah menunggu.
"Oke." Timo mengangguk, sambil terus melangkah.
Ia  dan abangnya, Rendi, yang kelas satu SMP sudah terbiasa berjalan kaki ke sekolah. Kata ayah, mereka sengaja disekolahkan dekat rumah karena sesuai dengan sistem zonasi dari pemerintah. Kadang mereka berdua diantar ayah bila hari hujan.
Timo melihat ada mamang penjual cireng berjualan di depan sekolah. Ia ingin jajan sebelum pulang. Dikeluarkannya uang lima ribu pemberian ayah.
"Mang, beli cireng isi ayam satu," katanya pada Mamang penjual cireng.
"Iya, Dek," jawab Mamang sambil membungkus dengan kertas.