Mohon tunggu...
Maimai Bee
Maimai Bee Mohon Tunggu... Novelis - Penulis

Hai. Saya Maimai Bee, senang bisa bergabung di Kompasiana. Saya seorang ibu rumah tangga yang mempunyai tiga orang putra. Di sela waktu luang, saya senang membaca dan menulis. Salam kenal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dita

27 Oktober 2022   08:43 Diperbarui: 27 Oktober 2022   09:15 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dita, buatkan susu untuk adikmu sekalian oleskan rotinya. Mama mau mandi sebentar," kata mama berjalan masuk ke kamar mandi.Gadis kelas dua SMP yang sedang memasang dasinya itu mengangguk. "Ya, Ma."

"Kak, topi Fino mana? Carikan, Kak," teriak adik lelakinya yang masih kelas tiga SD.

"Kakak taruh di atas rak buku, Dek. Kemarin tergeletak di lantai sewaktu kakak menyapu," sahut Dita sambil berjalan ke dapur. Diambilnya roti tawar dan di olesnya dengan selai kacang. Dibuatnya dua tangkup, untuk dirinya dan Fino. Dituangnya susu coklat dari kotak kemasan ke dalam dua buah gelas.

"Kak Dita! Fino nggak sampai, tolong ambilkan topinya, Kak," kata Fino lagi.

Dita bergegas membantu adiknya. Lalu mereka berdua sarapan di dapur. Mama masih belum selesai mandi.

"Kaus kaki Fino yang sebelah lagi di mana, Kak?"

"Lah, kemarin kamu taruh di mana?" tanya Dita sambil memakai sepatu.

"Fino taruh di sini, Kak," ujar bocah itu menunjuk sepatunya. "Cariin, Kak."

Gadis berkepang dua itu berdiri, merapikan rok dongkernya lalu mencari ke rak sepatu. Ternyata kaus kaki itu terselip di antara sepatu bot papa. Diambilnya dan diberikannya pada Fino. "Ayo, cepat," ujarnya.

Dari halaman depan, terdengar bunyi klakson motor Mang Odin, tukang ojek langganan yang akan mengantar mereka ke sekolah.

"Ma, kami pergi dulu," kata Dita sambil mengetuk pintu kamar mandi pelan.

"Ya, hati-hati. Nanti pulang sekolah jangan lupa menyapu halaman," sahut mama dari balik pintu.

Dita mengangguk lalu menggamit tangan adiknya.

Pulang sekolah Dita menyimpan tas dan mengganti pakaian. Ia membuka tudung nasi, hanya ada sisa sambal tadi malam. Ia mengambil ponsel di atas kulkas, barangkali ada pesan ibunya.

Diusapnya layar ponsel. Ada dua pesan yang masuk. Dibukanya pertama pesan dari mama.

[Dita, sisa lauk tadi malam masih ada. Itu aja dihabiskan dulu. Nasi ada di magic com.]

[Dita, mama ada rapat. Pulangnya mungkin malam, kamu goreng telur saja untuk lauk makan malam kalian.]

[Dita, baju di mesin cuci sudah dibilas. Jangan lupa dijemur, ya. Pakaian di keranjang jangan lupa disetrika.]

[Dita, jangan lupa kunci pintu dan pagar.]

Gadis kecil itu menghela napas, selalu dengan pesan-pesan yang sama. Mama terlalu sibuk bekerja, seolah tidak betah berdiam di rumah. Ia menggeleng heran, keluarga mereka cukup berada, tetapi orangtuanya terlalu pelit untuk menggaji seorang asisten rumah tangga.

Dibukanya pesan kedua, dari papa.

[Dita, papa tidak jadi pulang sore ini. Ada insiden di proyek. Mungkin minggu depan baru bisa pulang. Nanti, papa kabari lagi.]

[Dita, tolong panasi motor dan mobil papa, ya. Mamamu mungkin enggak sempat.]

[Dita, bilang ke adikmu, papa nggak bisa menghadiri pertandingan sepak bola itu. Besok tolong kamu yang temani Fino ke lapangan SSB, ya]

Gadis itu mengernyit. Rasanya tidak adil, ia memiliki orangtua lengkap, tapi tak pernah punya waktu untuknya dan Fino. Mereka selalu ditinggalkan di rumah, mengurus diri sendiri. Seolah mereka dilahirkan berdua hanya untuk saling menjaga. Dita menjalani peran ganda sebagai kakak dan orangtua bayangan bagi Fino. Kadang ia merasa iri dengan teman-teman sekolahnya yang diantar dan dijemput oleh orangtua mereka. Mereka sering bercerita pergi bertamasya ke kebun binatang dengan keluarga, berenang bersama orangtua.

Dita meringis. Mama hanya sekali setahun datang ke sekolahnya pada saat pembagian rapor, sedangkan papa tidak pernah sama sekali. Ia menggeleng sedih, harta yang ada tak mampu menggantikan kehadiran mereka yang tiada.

"Kak, Fino lapar," kata adiknya dari depan televisi.

Dita menghela napas dalam. Dikembalikannya ponsel itu ke atas kulkas. "Kakak buatin makan siang, kamu ganti baju dulu, ya. Biar kita makan bersama. Setelah itu, kakak mau menjemur baju," ujarnya berusaha ceria. 'Masih banyak pekerjaan rumah yang sudah menanti,' tambahnya dalam hati.

Tamat.

Kotabaru, 29 September 2022

Catatan: Cerpen ini pernah tayang di wall FB penulis dan grup literasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun