"Man, orang-orang nyariin informasi tentang universitas dan kampung dalam cerita itu kaya detektif," kata Bima.
"Makanya, lo perlu menyamarkan tempat dan karakter. Buat orang-orang menebak."
"Ini udah kaya hoax!!!" kata Bima
"Cuma ALA-ALA, Bim."
"Dan kenapa juga tokoh Bima yang MESUM dan MATI!"
"Sorry... Gue pikir memang cocok sih!"
"Sialan," kata Bima.
Mereka tertawa bersama-sama. Lalu terdiam. Diam yang sedikit tidak mengenakkan.
Dari wajah S, Bima melihat, meski cerita itu viral dan S mendapatkan tawaran penerbit, S tidak tampak gembira. Bima cuma bisa menebak-nebak pikiran S.
Apakah S menyesal membuat orang-orang bingung? Apakah hati nurani S berontak dengan mencampurkan fakta dan fiksi? Apakah S bahagia mendapatkan popularitas dari menyebarkan "ALA-ALA HOAX"?
Kawan-kawan, Aku juga tidak tahu apa yang dirasakan oleh Bima, apalagi S. Sampai sekarang Bima tidak mengikuti saran S. Mungkin Bima merasa setengah membohongi---dengan mengatakan fiksi yang terinspirasi cerita nyata---adalah seratus persen bohong.