Manusia terpaksa oleh Allah dalam hal segala-galanya.
Berbeda dengan paham Jabariyah ekstrem, Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik itu pebuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai bagian dalam mewujudkan perbuatannya. Tenaga yang diciptakan Allah mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab. Menurut paham kasab ini, manusia tidak majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dijalankan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan (Aliran-aliran Kalam/Teologi Dalam Sejarah Pemikiran Islam, 2016: 144).
Al-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjar (wafat 230 H). Para pengikutnya disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. Di antara pendapat-pendapatnya adalah:
Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia,baik itu postif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Dengan demikian, manusia dalam pandangan An-Najjar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya bergantung pada dalang. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
Manusia tidak dipaksa dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan.
Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat memindahkan potensi hati pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.
Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia mempunyai kesamaan dengan Husein An-Najjar, bahwa manusia bukanlah wayang yang digerakkan oleh dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya, dan tidak semata-mata di paksa dalam melakukan perbuatannya. Secara tegas, Dhirar mengatakan bahwa hanya satu perbuatan tetapi dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi juga ditimbulkan oleh manusianya. Manusia turut berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Mengenai ru'yat di akhirat, Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera ke enam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah ijtihad. Hadis ahad  tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum (Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, 2015:84).
Daftar Pustaka