Mohon tunggu...
Muhammad Rifki
Muhammad Rifki Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis dan penikmat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kami Rindu Senyum Dunia, Kisah KKN DR

10 Oktober 2020   09:23 Diperbarui: 10 Oktober 2020   09:30 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertengahan Januari, merupakan kepulangan saya dari Tunisia selesai mengikuti program student exchange. Waktu itu semua masih baik-baik saja. Selayaknya mahasiswa semester enam, perbincangan KKN menjadi topik yang hangat. Awalnya, bahkan sama sekali tidak ada yang menduga, Maret menghancurkan momentum dan segala rencana panjang yang dipasang. 

Sejak Februari, sesudah liburan semester satu yang cukup lama, kehidupan 'Ciputat' kembali normal. Mahasiswa wara-wari di pesanggrahan. PPM terus mengingatkan prosedur KKN dan berbagai perabotannya. Kelompok dibagi. Wilayah ditetapkan permasing-masing kelompok. Dan hari itu, sosial perdana KKN di auditorium. Pembagian kelompok. Dan pemilihan model KKN yang akan dijalankan.

Sejak setahun lalu, saya jauh-jauh hari sudah menargetkan ingin mencicipi KKN Internasional. Bersinggungan dengan budaya di luar tanah Air, tentu menarik. Saya berpikir, akan menjadi perkawinan menarik jika saya beruntung lolos KKN Internasional dengan pengalaman yang pernah saya dapat di Tunisia.

Dan seperti kabar hebat meledak, KKN tahun ini bahkan dibuka hingga Belanda dan negeri sakura. Mahasiswa berbondong-bondong mengantri. Map warna-warni menumpuk. Sebuah upaya sederhana itu, menjadi abu seketika. Berselang dua minggu pertama kelas tatap muka di Fakultas, sejak saat itu, mahasiswa mengakhiri kehidupan Ciputat lebih cepat dari biasayanya. Kepulangan mendadak. Libur panjang tanpa tahu kapan akan selesai. Dan hal-hal baru yang lain, kelas online dengan gagap-gagap, belum sesiap panas bara api.

Sejak itu, KKN kehilangan kabar. Sampai batas waktu yang entah muncul tiba-tiba.

KKN DR, it's really?

UIN Jakarta bukan yang pertama melaksanakan KKN DR. Mungkin, semua mengira KKN tahun ini akan tidak ada sama sekali. Aturan yang berbelit-belit. Susah payah sana-sini. Dan koordinasi antar orang yang tidak efektif. Perdebatan muncul sejak PPM merilis video mengenai pengenalan KKN DR. KKN yang dalam bentuk bingkai sederhana, meski tidak cukup sederhana. Dua hari video itu diupload, ribuan komentar membanjiri termasuk ketidakinginan mahasiswa serta penolakan adanya KKN DR. Bukan tanpa alasan, sekali lagi Covid 19 benar-benar musibah melanda semua orang. Tidak hanya materi, juga mental.

Semua sektor diserang. Pendidikan, Ekonomi, pembangunan, olahraga, dan tentunya kesehatan. Awalnya, mahasiswa tentu berandai, agar semua sistem yang berlaku dipermudah. Tetapi kemudahan itu tentu relatif dan tidak bisa diukur secara merata. Sederhananya, KKN DR ini, pada akhirnya final sesudah PPM secara serempak membagikan dospem dan diskusi panjang melalui live IG mereka. 

Saya pikir, PPM adalah contoh nyata ketegaran dalam kasus selain praktisi KKN DR itu sendiri --maksud saya mahasiswa itu sendiri yang langsung terjun ke lapagan-, PPM adalah akto hebat versi saya. Di samping mendengarkan keluhan mahasiswa, juga seupaya mungkin mematuhi aturan demi aturan yang --mohon maaf- inkosisten dari pemerintah. Saya tidak ingin tulisan ringan ini akan menjadi kacang yang terlalu kaku mengkritisi, tetapi saya ingin berterimakasih ke PPM terutamanya, yang telah bersedia mendengarkan. Itu sudah cukup, dan sabar memberikan arahan.

Temukan momennya, semua akan baik-baik saja

'Temukan momennya, semua akan baik-baik saja' sebuah kalimat yang saya amini dari seorang youtuber motivasi di youtube. Sejak adanya covid 19, budaya mengeluh menjadi hal lumrah di media sosial. Yah di mana lagi, hidup bahkan lebih banyak diporsir melalui dunia maya dibanding nyata. Lockdown di kamar, momentum berlari di sosial media sudah bukan rahasia umum. Entah apa saja aktivitasnya.

Sejak pembagian dospem, setiap kelompok KKN sudah memiliki grup whatsapp masing-masing. Sebelum peliburan massal covid 19 ini, PPM sepertinya mengambil inisiatif sangat akurat dengan memagikan kelompok secara cepat, benturan musibah covid 19 pun, tidak begitu menambah beban mereka lagi.

Beberapa momen, melalui grup whatsapp, saya dan yang lainnya saling berkenalan layaknya mahasiswa baru kenal. Dan saling berbagi keluh-keluhan. Iya, budaya ini sangat tersalurkan sejak diumumkan adanya KKN DR. Grup yang awalnya sepi menjadi acara sabar massal, disamping pembelajaran jarak jauh yang dituntut banyak tugas, mahamin pelajaran serba sendiri, ya serba sendiri mandiri.

Saya tinggal di Jakarta selatan. Ini bukan kampung halaman saya sebenarnya. Di Jakarta, saya sudah tiga tahun di sana menjadi mahasantri. Awal isu covid, semua kegiatan di pondok mendadak libur, dan, dipulangkan. Apalagi tak berselang lama, akan masuk bulan Ramadhan. 

Tinggalah saya sendiri. Waktu itu, tekad tidak pulang ke Banjarmasin --yang merupakan kampung halaman saya- telah tertanam. Dan fix, hanya saya sendiri di pondok, selama PSBB dan bulan ramadhan. Satu-satunya kabar gembira, adanya sembako gratis yang disediakan UIN. Itu sudah sangat cukup.

Ramadhan berlalu dan Agustus menanti. Juli, kami sudah dikenalkan dengan dosen pembimbing (dospem). Hari-hari menjadi lebih padat dengan berbagai rencana oleh dospem. Sementara saya, jadinya melaksanakan KKN dari tempat tinggal, karena tidak ada lagi akses pulang waktu itu. Jadilah, 'KKN Kelurahan Pondok Labu'.

Seperti temanya, KKN kali ini lebih menitik beratkan pada pencegahan covid. Tetapi saya pribadi korban covid itu sendiri. Antara berjuang dan diperjuangkan. Kabar di kampung halaman, tidak benar-benar baik. Kelurahan yang bukan kelurahan saya, mau diminta tolongi apa? Untuk makanpun kadang serabutan. Maaf, tulisan ini bukan curhat ya. Pondok Labu, waktu itu zona oranye. Inisiatif untuk membantu di salah satu yayasan adalah solusi terbaik. Jadilah, KKN saya versi yayasan Dar El Fachri, sebuah yayasan yang berafiliasi persiapan kelas Timur Tengah, sangat serasi dengan latar belakang saya sebagai mahasiswa di Fakultas Dirasat Islamiyah.

Terlanjur Ngebet KKN Internasional

Tidak ada KKN Internasional. Semua KKN di daerah masing-masing. Bandara ditutup. Jalur penerbangan internasional dihentikan. Semua negara mengalami krisis yang sama karena covid 19. Apa tidak ada solusi? Ada. Dan ide itu langsung saya rancang untuk KKN versi saya, yang kegiatannya akan saya proyeksikan KKN bersifat kegiatan internasional dengan tetap mengilhami pencegahahan covid, namun tetap bertajuk luar negeri.

Bagaimana dengan desa Pondok Labu? Pondok Labu adalah kelurahan di Jakarta Selatan. Bukan desa. Zona oranye. Tampak banyak tanda-tanda merah. Dalam bulan Juli saja, di dekat Mahad Qalbun salim --pondok saya- di Lebak Bulus, sudah ada bahkan tiga warga yang terpapar kematian. Ada yang bilang karena covid, ada yang bilang karena penyakit bawaan. Apapun itu, saya memilih hati-hati untuk mengerjakan KKN secara aktif melalui progress online saya dan beberapa kegiatan offline, yang memang tidak bisa dionlinekan, dengan yayasan Dar El Fachri sebagai motor kemudinya.

Oktober nanti santri Dar El Fachri akan menjalani penerbangan internasional ke Mesir untuk melanjutkan studi. Ini menanamkan ide yang menarik di kepala saya untuk meneliti keadaan transmisi covid di Timur Tengah. Maka proyek KKN saya, diproyeksikan pada transmisi covid di Timur Tengah, untuk studi pencegahan covid-19, pengembangan skill bahasa Arab sebagai bahasa pengantar kelas Timur Tengah, dan tentu webinar pengenalan lembaga pendidikan di Timur Tengah.

Saya sangat menikmatinya. Rupanya, modal keberangkatan saya ke Tunisia, memberikan saya banyak kenalan orang asing di Timur Tengah dan mahasiswa Indonesia yang tinggal di sana. Ini tentu menjadi sarana yang baik untuk melancarkan rencana penelitian saya dan progress KKN DR.

Dimulai dari kasus ledakan Lebanon, saya langusng menghubung Al Aytany, seorang akuntan dan kenalan saya dari Beirut yang merupakan penduduk asli kota Beirut. Ini menjadi topik hebat bisa berbicang dan berdiskusi dengan mereka dan menjadikannya program bermamfaat selama KKN.

Tidak hanya Lebanon, fokus saya sebenarnya ada pada tiga negara, yaitu; Tunisia, Mesir dan Maroko. Dari pengenalan kampus, hingga kondisi covid di negaranya masing-masing. Yang setiap webinar yang saya adakan, menjadi bahan penting untuk menyusun penelitian. Seperti sedayung dua gunung, penelitian ini berhasil saya rangkum dengan baik dan insyaAllah akan saya jurnalkan.

Kisah kasih selama KKN

Berat? Enggak, mengeluh itu dilarang. Tidak ada yang berat. Hanya saja, KKN DR sendiri itu bisa menyebabkan seperti mobil kehabisan bensin. Di minggu kedua, saya mulai runtuh. Lesu. Dan lelah. Espektasi dan progress yang saya jalankan, ternyata cukup menyedot energi yang lumayan. Dari membikin pengumuman, flyer, menjadi pembicara, mengaajar, hingga membikin sertifikat acara, bahkan laporan mingguan, itu sungguh 'masyaAllah'.

Hanya keberadaan teman-teman sesama KKN yang jauh di tempatnya masing-masing, berjuang masing-masing tanpa ada mengeluh dan pantang nyerah, satu-satunya alasan untuk malu berhenti. Mulai saja, jalani dan temukan momennya. KKN DR kali ini, merupakan wajah baru yang menarik. 

Di saat banyak orang yang mendera ronta dengan keluhannya atas covid 19, masih ada banyak yang bisa disyukuri dan memiliki banyak hikmah. Covid 19 bukan satu-satunya alasan untuk hanya tidur dan berdiam meratapi nasib di kamar, tetapi memamfaatkan peluang apa yang bisa dilakukuan, akan menciptakan sesuatu yang dapat disyukuri melalui cobaan yang Allah berikan ini.
Semoga covid lekas selesai, kami rindu senyum dunia dan berjabat tangan tanpa takut-takut.

Jakarta, 16 September 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun