Mohon tunggu...
Mahyu Annafi
Mahyu Annafi Mohon Tunggu... Lainnya - Guru Ngaji

Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, mental, politik dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cerita Seru Seputar Diskusi di Pandeglang Book Party

27 Januari 2025   02:02 Diperbarui: 27 Januari 2025   08:16 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret tadi pagi, beralaskan tanah dan rumput. (dok. komunitas)

Setelah berkali-kali absen, saya kembali bertemu dengan teman-teman Pandeglang Book Party, minggu (26/1/25) di alun-alun Pandeglang. Tulisan ini akan coba merangkum beberapa hal yang kami diskusikan.

Tidak semuanya, mungkin hanya yang terlintas saja demi memancing penasaran bagi siapa yang pikirannya mungkin lagi kurang makanan bergizi.

Lagian menulis ini ya, upaya bersuara ke pembaca, Pandeglang masih punya pemuda\i yang sadar literasi. Walau pun jumlahnya tidak segede uang yang diculik Harun Masiku, suaminya Dewi Sandra dan lain sebagainya. 

Soal Pak Kholid dan Orang di baliknya

Kata pancingan itu dimulai Kang Miftah, founder yang membersamai kami, bahwa fenomena Pak Kholid ini menarik. Kita tentu saja bersyukur sebagai orang Banten, petani atau nelayan-nya saja secerdas begitu. 

Kelas sosial yang kerapkali dianggap angin lalu, siapa nyana punya retorika setajam itu, sepertinya waktu punya rahasia di baliknya. Apa itu, silahkan tanya pada bambu yang menancap di laut Pantura.

dokpri.
dokpri.

Hal yang luput si empunya proyek mungkin berpikir, apalah nelayan kecil, mana berani mereka speak-up. Tinggal disiram uang pelicin sama sembako ala kadar, aman pokoknya proyek.

Rupanya hitung-hitungan mereka salah, ada nelayan yang berani itulah Pak Kholid. Kami cukup alot membaca fenomena ini, dan hampir sepakat, meski pun beliau mengaku nelayan atau petani biasa, untuk menjadi begitu cukup makan ikan saja, dan untuk bisa public speaking modalnya nekat belaka.  Sungguh di luar nurul.

Pasti, Ada kisah dan cerita di baliknya. Ada pula andil Pak Said Didu dan orang-orang kritis lainnya. Dan kami berpikir pemerintah dan aparat selama ini gak mungkin sepolos gadis desa tahun 70-an yang tidak tahu make-up dan gaway dan menyebut bahasa inggris itu... bahasa cingcoeng!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun