Mohon tunggu...
Mahyu Annafi
Mahyu Annafi Mohon Tunggu... Lainnya - Guru Ngaji

Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, metal dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang. Sehari-hari berdagang dan menulis di blog.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Peri Tak Bersayap

16 Oktober 2024   21:53 Diperbarui: 16 Oktober 2024   22:01 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar pixabay.

Dari kecil aku punya teman. Temannya itu Peri. Punya sayap. Dia terlihat cukup usia makanya aku memanggilnya Ibu pakai Peri. Ibu Peri.

Ibu Peri itu baik dan lucu. Dia sering menghiburku kalau lagi sedih. Intinya teman yang baik. Meskipun seminggu dua kali dia datang ke kamarku. Meskipun juga gak ada orang yang tahu, cuma aku sama kamu. Ya kamu, karena membaca ceritaku ini. Tapi sekarang, Ibu Peri jarang datang. Tanpa kabar dan sebab. 

Sejak Ibu Peri jarang berkunjung, aku sering kali meracau di sudut kamarku. Mengeja kata yang ia torehkan di saat aku terpulas oleh alam khayal. Aku curiga Ibu Pergi karena jarang mandi. Curigaku ia sering tercium bau asem dan manis seperti gado-gado. Aku tak kuasa jujur padanya karena ia ibu dan peri. Gimana kalau ketahuan anaknya, coba.

Tak apa lah semoga dengan ia pergi jadi rajin mandi. Padahal setahuku bangsa Peri suka main air dan dekat air, ternyata dekat air tak jadi jaminan sering mandi. Sedikit banyak kebiasaan Peri itu tertular padaku, aku pun jarang mandi. Walau aku punya alasan kenapa jarang mandi.

Di sini aku tidak akan membocorkan rahasia itu, biar nanti akun-akun kaskus membongkarnya. Tapi tunggu, siapa aku kok ada akun mau membongkar kebiasaan buruk yang tertukar ibunya peri itu? Nampaknya gak ada ya. Wong aku bukan siapa-siapa, pejabat bukan; artis pun bukan pula.

Suatu siang, di saat aku mau bobo siang karena terlalu banyak makan harapan, datanglah seekor peri kecil tak bersayap. Ia datang menyapaku di antara kantuk dan terjaga. Ia mengajakku senyum meski pun di mataku seperti mengejek. Ia mengajakku berbincang hangat meski pun tak ada kopi terhidang. Jadi aku, ya di antara sadar atau tidak.

"Yang perlu kamu tahu, ternyata Peri itu bisa kentut," katanya berapi-api. Tentu saja aku terkaget-kaget hampir saja langit kamarku runtuh karena kekagetanku. Setahuku Peri itu indah, cantiknya dan kentut? Wah, kok bisa.

"Kamu jangan asal ya, bisa-bisa kamu terjerat kasus penghinaan ya," kataku cukup pedas.

Ia malah tertawa amat bebas. Ia tertawa seperti bunyi kerupuk terkena siraman minyak jelantah, agak kriuk begitu.

"Emang dunia manusia macam kalian," katanya kemudian.

"Ihh, gak percaya kamu, ya."

"Ya... mungkin sih. Soalnya aku kurang update sama begituan. Mungkin juga gara-gara ganti rezim, entahlah."

"Apa? Rezim?" Sekarang aku yang justeru tertawa.

"Apa, kamu tertawa begitu?"

"Sejak kapan dunia peri punya rezim. Kamu jangan halu!"

"Yee, halu kata."

"Terus, rezim siapa sekarang?"

"Rezim Yono!"

"Hah!!!"

"Serius aku, di bawah kepemimpinannya terjadi dinasti gila-gilaam. Banyak aturan-aturan yang kadang aneh. Mungkin efek dari kekuasaan itu jadi kerajaan keluarga ya, dari cucu sampai mantu duduk di kekuasaan. Akhirnya produk hukum dunia peri penuh keanehan."

"Udah macam pengamat politik saja kamu ya, ngomongnya gitu. Haha."

"Emang kamu paham?"

"Enggak."

"Astaga!"

Lah iya, setahuku dunia Peri itu dunia yang penuh keindahan dan keajaiban. Lah ini katanya ada kisruh politik katanya. Au ah.

***

Sejak itu lah peri kecil itu menemani hariku. Tiap hari ia minta jatah 0.001% makananku. Kalau aku lagi makan bakso, ia yang paling bakso minta jatah. Kalau aku lagi makan telur, ia yang paling berisik minta kuning telurnya. Lucu sih lihat dia makan (bibirnya kecil tak jauh seperti semut) imut dan menggemaskan gitu.

Tiap hari ke mana-mana ia pengen ikut saja. Hanya satu tempat di mana ia gak mau ikut. Pas masuk toilet. Gak tahu kenapa. Pernah sih satu kali aku ajak ke dalam toilet, eh dia muntah-muntah tak karuan gitu. Muka mungilnya pucat seperti dibedaki terigu gitu. Tragis sekali. Kasihan juga sekali.

Pas aku tanya kenapa, ia diam seribu bahasa. Entahlah, mungkin karena ia mencium aroma yang gimana gitu. Gak tahu apa. Padahal aku biasa saja, kan cuma BAB. Kenapa peri kecil itu yang pucat begitu. Hem, sungguh aneh.

Ada hal yang bikin aku kesal itu, ia cerewet. Pakai banget. Misalnya tiap pagi ia yang paling cerewet menyuruh aku mandi. Sejak kapan aku dipaksa mandi coba. Bisa sih aku tolak mentah-mentah, justeru karena mentah itulah kupingku macam ada TOA beriak-riak gitu. Siapa lagi kalau bukan kerjaan si mungil itu.

"Tumben anak Ibu rajin benar mandi pagi," ibu senyum-senyum tak karuan, "mimpi apa semalam kamu, Nak?"

"Mimpi apa ya, hem lupa Bu!"

"Udah ah, kening sampai berkerut begitu. Cepetan sarapannya nanti kesiangan ke sekolahnya."

"Bapak mana, Bu."

"Kamu kayak gak tahu bapak aja, nak."

"Tahu lah, bu. Itu kan bapak aku. Ibu aneh-aneh saja."

"Astagfirullah, Nak. Kamu ya, maksudnya bapak sedang salat Duha. Paham?"

"Oh gitu, paham lah bu," jawabku singkat. "Tapi kenapa sih bapak rajin benar salat, Bu."

"Katanya paham kok nanya lagi. Hehe."

"Ya, juga sih."

"Intinya bapak salat duha itu meminta rejeki berkah, itu saja."

"Hem, gitu ya bu."

Baru tahu aku ada rejeki berkah segala, ya. Tapi urung aku tanyakan ke ibu. "Kalau orangtua ngomong itu dengerin jangan menyanggah," kata si mungil bicara.

"Yee, terserah aku dong!"

"Nak, kenapa kamu?"


"Eh, engga bu."

Satu hal yang aku bingung, Si Peri mungil ini siapa dan dari mana asalnya. Dia tiba-tiba datang. Aku pun gak tahu, dia betina apa jantan. Emang Peri punya jenis kelamin? Hem, mungkin sih. Mungkin aja engga. Ihh, banci dong? Emang banci tak punya kelamin. Tahu ah, pusing aku. (**)


Pandeglang, 16 OKtober 2024.   21.26

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun