"Emang kamu paham?"
"Enggak."
"Astaga!"
Lah iya, setahuku dunia Peri itu dunia yang penuh keindahan dan keajaiban. Lah ini katanya ada kisruh politik katanya. Au ah.
***
Sejak itu lah peri kecil itu menemani hariku. Tiap hari ia minta jatah 0.001% makananku. Kalau aku lagi makan bakso, ia yang paling bakso minta jatah. Kalau aku lagi makan telur, ia yang paling berisik minta kuning telurnya. Lucu sih lihat dia makan (bibirnya kecil tak jauh seperti semut) imut dan menggemaskan gitu.
Tiap hari ke mana-mana ia pengen ikut saja. Hanya satu tempat di mana ia gak mau ikut. Pas masuk toilet. Gak tahu kenapa. Pernah sih satu kali aku ajak ke dalam toilet, eh dia muntah-muntah tak karuan gitu. Muka mungilnya pucat seperti dibedaki terigu gitu. Tragis sekali. Kasihan juga sekali.
Pas aku tanya kenapa, ia diam seribu bahasa. Entahlah, mungkin karena ia mencium aroma yang gimana gitu. Gak tahu apa. Padahal aku biasa saja, kan cuma BAB. Kenapa peri kecil itu yang pucat begitu. Hem, sungguh aneh.
Ada hal yang bikin aku kesal itu, ia cerewet. Pakai banget. Misalnya tiap pagi ia yang paling cerewet menyuruh aku mandi. Sejak kapan aku dipaksa mandi coba. Bisa sih aku tolak mentah-mentah, justeru karena mentah itulah kupingku macam ada TOA beriak-riak gitu. Siapa lagi kalau bukan kerjaan si mungil itu.
"Tumben anak Ibu rajin benar mandi pagi," ibu senyum-senyum tak karuan, "mimpi apa semalam kamu, Nak?"
"Mimpi apa ya, hem lupa Bu!"