Dari kecil aku punya teman. Temannya itu Peri. Punya sayap. Dia terlihat cukup usia makanya aku memanggilnya Ibu pakai Peri. Ibu Peri.
Ibu Peri itu baik dan lucu. Dia sering menghiburku kalau lagi sedih. Intinya teman yang baik. Meskipun seminggu dua kali dia datang ke kamarku. Meskipun juga gak ada orang yang tahu, cuma aku sama kamu. Ya kamu, karena membaca ceritaku ini. Tapi sekarang, Ibu Peri jarang datang. Tanpa kabar dan sebab.Â
Sejak Ibu Peri jarang berkunjung, aku sering kali meracau di sudut kamarku. Mengeja kata yang ia torehkan di saat aku terpulas oleh alam khayal. Aku curiga Ibu Pergi karena jarang mandi. Curigaku ia sering tercium bau asem dan manis seperti gado-gado. Aku tak kuasa jujur padanya karena ia ibu dan peri. Gimana kalau ketahuan anaknya, coba.
Tak apa lah semoga dengan ia pergi jadi rajin mandi. Padahal setahuku bangsa Peri suka main air dan dekat air, ternyata dekat air tak jadi jaminan sering mandi. Sedikit banyak kebiasaan Peri itu tertular padaku, aku pun jarang mandi. Walau aku punya alasan kenapa jarang mandi.
Di sini aku tidak akan membocorkan rahasia itu, biar nanti akun-akun kaskus membongkarnya. Tapi tunggu, siapa aku kok ada akun mau membongkar kebiasaan buruk yang tertukar ibunya peri itu? Nampaknya gak ada ya. Wong aku bukan siapa-siapa, pejabat bukan; artis pun bukan pula.
Suatu siang, di saat aku mau bobo siang karena terlalu banyak makan harapan, datanglah seekor peri kecil tak bersayap. Ia datang menyapaku di antara kantuk dan terjaga. Ia mengajakku senyum meski pun di mataku seperti mengejek. Ia mengajakku berbincang hangat meski pun tak ada kopi terhidang. Jadi aku, ya di antara sadar atau tidak.
"Yang perlu kamu tahu, ternyata Peri itu bisa kentut," katanya berapi-api. Tentu saja aku terkaget-kaget hampir saja langit kamarku runtuh karena kekagetanku. Setahuku Peri itu indah, cantiknya dan kentut? Wah, kok bisa.
"Kamu jangan asal ya, bisa-bisa kamu terjerat kasus penghinaan ya," kataku cukup pedas.
Ia malah tertawa amat bebas. Ia tertawa seperti bunyi kerupuk terkena siraman minyak jelantah, agak kriuk begitu.
"Emang dunia manusia macam kalian," katanya kemudian.