Mohon tunggu...
Mahyu Annafi
Mahyu Annafi Mohon Tunggu... Lainnya - Guru Ngaji

Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, metal dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang. Sehari-hari berdagang dan menulis di blog.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Memetik Pesan di Novel untuk Hati yang Tak Bisa Luka

6 September 2024   00:50 Diperbarui: 6 September 2024   01:08 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber dokpri.

Aku baru saja menyelesaikan membaca novel Untuk Hati yang Tak Bisa Luka. Karya Fata Nashroe. Novelis Pandeglang yang bukunya hasil meminjam dari Kang Gunadi. Katanya, dia diberikan langsung oleh penulisnya.

Menarik sekali novelnya. Meski awalnya bikin bingung. Tampak sekali penulisnya seperti bingung sama alurnya. Setelah jatuh semakin dalam, ternyata itu strategi penulis saja agar membuat pembacanya penasaran.

Ternyata, tak hanya makhluk halus saja yang bikin penasaran, cinta juga begitu. Kata pepatah, cinta sejati itu seperti hantu. Banyak orang yang membicarakannya tapi hanya sedikit orang yang melihatnya. Begitu pula cinta sejati, banyak orang yang merasakan cinta tapi sedikit orang saja yang merasakan seperti apa cinta sejati.

Baca juga: Di Langit Keindahan

Seperti di novel ini, Yusuf dan Runa menjadi tokoh utama. Sebuah kisah cinta remaja yang dijalani tanpa ada ikatan pasti. Yusuf yang cinta begitu dalam kepada Runa tapi tak cukup mental mengungkapkannya. Di lain sisi, Runa juga merasakan cinta itu tapi menunggu Yusuf mengungkapnya. Tapi sampai akhir cerita, tak ada kata resmi sepakat punya hubungan.

Mereka hanya TTM (teman-teman mesra). Letak masalahnya itu di sini. Yusuf yang tak mau mengungkapkan, tapi giliran Runa dicintai laki-laki lain terbakar cemburu. Padahal beberapa kali Runa memberi sinyal kepastian agar Yusuf cukup peka mengungkapkan perasaannya lebih dahulu.

Yusuf tetap bergeming.

Tragedi itu terjadi, saat Runa dicintai laki-laki lain. Sampai Yusuf beberapa kali mengalami pemukulan karena jadi kendala laki-laki lain mencintainya. Ada Argo, Ardi dan Abet. Banyak cara mereka gunakan, bahkan oleh Abet hampir saja nyawa Yusuf melayang karena dikeroyok oleh 5 orang dan mendapat siksaan juga pukulan yang cukup berat.

Plot cerita ini memang unik. Rangkuman ceritanya sederhana sih, Yusuf tak berani mengungkap perasaannya dan Runa si perempuan hujan itu hanya menunggu saja. Greget juga sih membacanya.

Apa susahnya mengungkap perasaan?

Aku pikir, pengungkapan perasaan itu penting. Ada pun soal diterima atau ditolaknya urusan lain. Dengan begini kan jelas, kalau ia mencintai kita akan tahu dan kalaupun ditolak akan jelas pula. Jelasnya, agar kita tidak memperjuangkan orang yang tak layak kita perjuangkan.

Aku pernah kok mengalami fase di mana mencintai teman sendiri. Aku bingung dong sekaligus cemas. Aku sayang dia tapi juga tahu diri dengan keadaanku. Dia bintang kelas, lah aku apa, laki-laki biasa saja. Justru di masa itu aku memang pesimis.

Terus, apa yang aku lakukan?

Tetap mengungkapkan perasaanku. Aku tak peduli apa hasilnya. Benar saja, seperti yang aku pikirkan, aku ditolak. Apa aku kecewa? Sedikit sih, selebihnya biasa aja sih. Dengan begitu aku tahu perasaannya dan dia tahu pula perasaanku. Hal itu jauh lebih baik daripada aku harus cemas dengan pengharapan tanpa kepastian.

Kalau dipikir-pikir sekarang aku malu sendiri. Betapa konyolnya aku, masa iya aku menguntungkan perasaan di depan kelas, dekat meja guru dan di saat teman-teman sekelas pada kumpul. Untungnya, gak ada yang tahu bahwa aku "nembak dia". Uniknya, saat itu dia langsung menjawab serta langsung menolaknya. Tragis banget ya! Hihi.

Alasan aku menembak dia jelas sih  karena dia memberi perhatian dan pengharapan lebih ke aku. Aku gak mau dong digantung perasaannya. Padahal aku tahu, doi tajir dan tipenya ya, jauhlah sama aku. Entah kenapa, masa itu aku berani ambil resiko. Prinsip ku, lebih baik tahu sesungguhnya gimana daripada penasaran yang penuh siksaan.

Di sinilah aku memahami, laki-laki memang harus punya tekad. Berharap saja ga cukup tanpa action. Saat kita mencintai seseorang, kita harus mengungkapkannya. Jangan diam. Kecuali, dia gak mau atau isteri orang! Tentu ini urusan lain. Haha.

Kalau kita mencintai ya harus tanggung jawab. Memperjuangkan atau mendiamkan. Diam otomatis kehilangan dia. Memperjuangkan resikonya dua, ditolak atau diterima. Namun hasilnya jelas.

So, aku menyarankan teman-teman membaca novel ini. Bahasanya sederhana dan mengalir. Selebihnya, akan menemukan kejutan di dalamnya. Sekilas mengingatkan aku pada novel Dilan, karyanya Pidi Baiq. Bedanya satu sih sih, tingkat keseruannya. Selebihnya, silahkan baca sendri oleh pembaca.

Pandeglang, 00.37 | 6 September 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun