Mohon tunggu...
Mahyu Annafi
Mahyu Annafi Mohon Tunggu... Lainnya - Guru Ngaji

Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, metal dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang. Sehari-hari berdagang dan menulis di blog.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Banten Tidak Butuh Siapa Pemimpinnya Tapi, Ini Loh Poinnya!

9 Juli 2024   22:22 Diperbarui: 9 Juli 2024   23:14 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan PSI dan PKS beberapa hari lalu. Sumber: detik.com

Pilgub Banten sebentar lagi. Sebagai warga Banten tentu ini kabar bahagia, karena tak lama lagi Banten bakal punya pemimpin baru. Pemimpin yang diharapkan membawa angin segar di tengah gersangnya isu-isu panas di belantika politik Banten.

Nama-nama sudah muncul ke permukaan untk ikut serta menjadi kandidat di Pilgub nanti. Sejauh ini, tiga calon kuat yang kemungkinan bertanding di pemilu nanti.  Nama yang sebenarnya tak asing, tapi terasa baru karena mengemuka menjelang pesta demokrasi nanti.

Ada Andra Soni berpasangan dengan Dimyati Natakusuma, Airin dari kasak kusuk yang ada dengan Ade Sumardi dan Rano Karno dengan Arief Rahman. Semua masih  bisa berubah, tergantung sikon nanti.

Terlepas siapa calon yang ada, asa warga Banten itu sederhana: Seberapa serius komitmen mereka membangun Banten nantinya.

Janji politik adalaha janji. Soalnya adalah bukan berapa banyak janji terujar tapi seberapa yakin nanti mengaktualisasikannya. Rasanya akan terasa lebih segar kalau sedikit mau berjanji saja. Sekedar asumsi ya. 

Ngomong-ngomong soal pemimpin Banten, siapa nanti terpilih, saya pikir, punya kesemapatan yang sama. Meminjam kalimat Cak Nun, bukan siapa yang memimpin tapi sejauh mana seriusnya ia mendengar jerit, ratap dan ingin rakyat dan berusaha sekuat tenaga mengimplementasikannya dalam kebijakannya nanti.

Katakanlah soal pendidikan, apa sudah merata ke berbagai pelosok Banten. Angka putus sekolah cukup jadi persoalan. Belum lagi soal pendidikan di pesantren tradisional yang belum sinergi dengan pendidikan formal. Gap ini sampai kini masih terasa.

Baca juga: Senyum Indah Papua

Hal ini kadang memicu gesekan-gesekan sosial. Satu kelompok merasa sekolah hanya soal duniawi, yang di alam kubur sana tak akan ditanya pernah sekolah di mana. Di sana pun bahasa Arab jadi resminya. Tak wajib kamu bisa bahasa Indonesia, apalagi bahasa pembuka jendela dunia. Semua akan sia-sia saat di mana mati di depan mata.

Kelompok lain bersuara pondok tradisional hanya menyumbangkan pengangguran baru. Pelajar yang kurang bersimpati dengan temuan sains, di saat yang sama tak bisa menjawab tantangan zaman. Kita boleh menyangkal temuan yang ada, lantas bagaimana dengan android mulai merata ke berbagai kalangan, apa itu sia-sia?

Tentu suara itu keluar dari lisan sebagian mereka yang belum moderat. Tak jarang ini jadi polemik di grasroot. Fokusnya bukan bagaimana memajukan kualitas pendidikan Banten, tapi bagaimana saling klaim keunggulan. 

Barangkali gaung ini terdengar wakil rakyat di sana, sebagaimana yang diungkapkan anggota Komisi V DPRD Banten bahwasannya angka Partispasi Sekolah (APS) di Banten 68.94 persen  lebih rendah dibanding APS nasional sekitar 73.09 persen, (Bantennews, 2024).

Artinya, PR ini bukan sekedar selesai diungkapkan dalam janji politik. Harus ada upaya, berani mengungkapkan juga memberi solusi nyata.

Lagian membicarakan pendidikan, tak hanya yang formal. Ada pula yang non-formal.  Selama ini kurang diperhatikan dan dirangkul untuk ikut serta membuka paradigma berpikir warga Banten seluruhnya. Kita punya banyak sastrawan dan penulis yang sudah harum namanya.

Banyak dari mereka punya Komunitas-Komunitas Literasi. Ironinya, di luar daerah mereka rangkul dengan baik. Di daerahnya, dianggap sebelah mata. Ini perlu diberi kesempatan untuk andil, tidak hanya bermitra secara formil juga diberi suntikan akomodasi agar mudah menjamah ke berbagai wilayah yang diduga masih perlu dibenahi.

Daya baca masyarakat yang masih naik turun, dengan kondisi perpustakaan yang masih minim, masih jauh disebut wahana asyik untuk dikunjungi masyarakat. Terutama kebanyakan kita yang masih ogah-ogahan membiasakan membaca. Rasanya tugas ini tidak mudah untuk pemimpin Banten selanjutnya. 

Oleh karenanya, warga Banten harus cerdas menggunakan hak pilihnya. Jangan sampai, hak pilih digunakan untuk satu calon, tapi dipilih bukan hasil dari nurani tapi dari seberapa besar serangan fajar di dapat.

 Kalau begini, jangan berharap Banten menjadi lebih baik dengan kesadaran poiltik dan kejernihan warganya yang rendah, yang ada, tontonan seputar yang kaya makin kaya dan miskin makin miskin adalah potret akut Banten nantinya. Mari berpikir sebelum terjadi. Wallahu'alam. (***)

Pandeglang, 9 Juli 2024   22.20

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun