Mohon tunggu...
Mahyu Annafi
Mahyu Annafi Mohon Tunggu... Lainnya - Guru Ngaji

Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, metal dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang. Sehari-hari berdagang dan menulis di blog.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Orangtua dan Pasangan, Siapa yang Harus Diutamakan?

19 Juni 2024   00:11 Diperbarui: 19 Juni 2024   00:13 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Saat harus memilih pasangan dan orangtua. (Pixabay.com/kazuma seki)

Niat ke orang pintar itu tak lain tak bukan agar mengurangi resiko besar. Bagaimana caranya agar tantenya bersikap wajar saja tidak terlalu ikut campur mengurusi biduk rumah tangga ponakannya. Singkatnya, aman-aman saja.

Saya menyarankan, daripada datang ke orang pintar, akan lebih baik minta air saja ke kiai atau ustaz. Niatnya tabarukan saja. Sebenarnya saya akan menyarankan untuk dialog agar saling terbuka, tapi entah kenapa hati kecil saya melarang. Kemungkinan saran itu bakal jadi angin lalu saja. Entahlah, ke mana kelanjutannya saya tidak tahu lagi.

Saya rasa kita sudah sama-sama maklum, mendengar atau melihat koflik dingin begini. Bahkan tak sedikit konflik begini telah menghasilkan "cuan" karena berhasil di ekspos atau di elobarisasi ke film-film.

Herannya yang begini selalu punya sensasi sendiri. Apalagi kalau orang sekitar atau kita sendiri mengalaminya, rasanya kok seperti kita yang baru merasakan ujian berat ini di dunia. Kita mungkin menganggap biasa jika orang lain mencertiakan kisahnha, lantas saat kita menceritakan kisah serupa kok dramatis banget.

Pentingnya Legowo

Kalau sudah terjadi dan misalnya kita ada diposisi ini, saya pikir kita tak harus mencari siapa yang salah dan harus disalahkan. Sebab bagaimana pun kita pasti ingin diposisi benar bukan salah.

Kita berpikir wajar akan sikap kita agar keluar dari monopoli orang tua, kan sudah dewasa. Orang tua bisa saja berpikir lain, sekarang saja berpikir begitu karena kamu belum menjadi orangtua seperti saya, mungkin lain lagi kalau sudah menjadi orangtua yang sudah kenyang dengan asam garamnya kehidupan.

Untuk itu, idealnya memang kedua pihak agar menyadari posisinya masing-masing. Orangtua harus menyadari anaknya sudah bukan anak kecil lagi, ia sudah tumbuh menjadi laki-laki matang yang perlu diberi kemerdekaan bersikap.

Bukan berarti lepas tangan seutuhnya. Kalau ia salah ya luruskan, kalau ia benar maka diamkan. Cukup doakan dan jadi penasihat yang bijak. Jangan merasa pula "anaknya dicuri mantunya"  dan melupakan diriinya. Tak seperti dulu lagi.

Begipula serorang anak dan mantu agar berusaha melakukan yang terbaik dan memberikan edukasi saat orangtuanya terus ikut campur. Pasi tak mudah. Pasti butuh waktu. Seiring jalan waktu akan terlihat hasilnya. Terpenting, lurusukan niat dan kondsisten bersikap baik.

Intinya, jangan berhenti belajar. Belajar menjadi pribadi baik yang bikin diri nyaman dan orang lain pun senang. Tak harus semuanya, minimal orang terdekat kita. Wallahu'alam. (***)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun