Mohon tunggu...
Mahyu Annafi
Mahyu Annafi Mohon Tunggu... Lainnya - Guru Ngaji

Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, metal dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang. Sehari-hari berdagang dan menulis di blog.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Bunuh Korban Pelecehan!

12 Juni 2024   14:38 Diperbarui: 12 Juni 2024   16:15 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Publik dibuat geger atas kasus yang terjadi di Tangsel dan Bekasi. Dua tempat yang berbeda tapi satu kasus yang sama, melecehkan buah hatinya.

Cerita ini bermula saat ibu korban melihat postingan di facebook, tergoda dengan rupiah dan ditawari untuk membuat video blue. Ia sebagai pemain, lantas lawannya siapa? Buah hatinya. Anak yang tak berdosa itu pun menjadi korban ibunya sendiri.

Alangkah emosinya ia, video itu sudah dikirim tapi janji uang yang dikirim pun hanya halu. Tak ada jejak sedikit pun. Siapa yang menjadi korban? Dirinya dan pasti buah hatinya. Ditipu karena tergoda untuk kepentingan semu. Ia pun menyesal.

Apa arti penyesalan kalau sudah terjadi?

Penyesalan itu pun semakin menjadi-jadi karena video asusilanya tersebar ke mana-mana. Sempat jadi trending. Kecaman datang silih bergnti. Tak lama pihak berwajib bergerak, dan ia pun tak berdaya ditangkap pihak berwajib.

Entah ke mana naluri keibuannya. Sosok yang seharusnya ada untuk menjaga juga melindungi buah hatinya, pada jadinya menjadi aktor berdarah dingin yang merampas kesucian buah hatinya. Anak yang lugu dan ceria itu pun murung dengan kenyataan pahit ini. Anak yang malang!

Salah siapa ini?

Bukan, bukan salahmu Nak. Ini murni salah ibu yang kekurangan akal melakukan laku amoral. Salah ibu yang tak mampu mengelola kejiawaan. Tak mampu mengedepankan nurani dibanding gejolak jiwanya.

Sementara ini pihak berwajib mengatakan motif pelaku karena ekonomi dan kejiwaaan pelaku normal. Artinya, saat pelaku melakukan aksinya sadar dan bisa jadi memahami konsekwensinya. Himpitan ekonomi lagi-lagi alasan utamanya.

Melihat kasus ini hal yang amat miris adalah masa depan buah hatinya. Anak sekecil itu harus menghadapi kenyataan pahit. Di masa yang masih butuh peluk kasih ibuya, di masa ia ingin dimanja ibunya, di saat yang sama ibunya menjadi monster bertopeng!

Hal yang miris terjadi, korban pelecehan seringkli adalah orang yang paling besar menanggung beban kejiawaan. Cemoohan dan kejiawaan orang tak beradab acapkali terjadi.

Itulah kenapa banyak korban pelecehan tidak mau lapor ke pihak berwajib karena takut dengan resiko perundungan yang ia terima. Seolah-olah pertistiwa naas ini terjadi seperti keinginannya, padahal yang ada bukan di bawah kendalinya.

Kasus pemerkosaan banyak terjadi justeru dilakukan oleh orang terdekat. Di Jambi sana, bapaknya merudapaksa anaknya sampai hamil. Di  wilayah Bogor seorang ayang mengamili anaknya. Apa itu cukup? Nyatanya dari pengamatan saya di media penyebaran kasus terjadi di wilyah lainnya.

Kalau kita mencari penyebabnya memang relatif sulit. Ada yang bilang karena minim pendidikan seks di keluarga, ada yang bilang ilmu agama yang kurang, ada yang bilang ekonomi lemah dan ada pula yang bilang karena orang sekitar yang abai dengan lingkungannya. Semua menjadi diskurus panas, apa dan kenapa pastinya masih pula diperdebatkan.

Saya sendiri melihatnya ruang kita untuk waspada, mari kita menjaga diri kita dan orang sekitar kita. Penjahat kelamr=in ada di mana-mana. Satu hal, kalau kita tak bisa membantu korban minimal  tidak mengatakan  apa yang menyaikiti hati korban.

Korban adalah korban, orang yang terluka. Seperti apa pun awal kronolgisnya, jangan caci dan sudutkan mereka. Beri mereka waktu untuk hidup lagi. bangun dari keterpurukan. Jangan bunuh mereka dengan kata-kata sampai membuatnya putus asa.

Banyak kasus terjadi, korban putus asa karena kata-kata. Mereka mati karena cacian. Mereka tak ubahnya "pelaku kedua"yang padahal tak tahu menahu atas tragedi yang menimpanya. Bantu mereka, temani dan kuatkan mereka.

Cukup Nusrat di Banglades sana, yang dibakar hidup-hidup karena menyuarakan ia diperkosa kepala sekolahnya. Cukup itu, jangan ada lagi! Wallahu'alam. []

Pandeglang, 12 Juni 2024  14.16

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun