Itulah kenapa banyak korban pelecehan tidak mau lapor ke pihak berwajib karena takut dengan resiko perundungan yang ia terima. Seolah-olah pertistiwa naas ini terjadi seperti keinginannya, padahal yang ada bukan di bawah kendalinya.
Kasus pemerkosaan banyak terjadi justeru dilakukan oleh orang terdekat. Di Jambi sana, bapaknya merudapaksa anaknya sampai hamil. Di  wilayah Bogor seorang ayang mengamili anaknya. Apa itu cukup? Nyatanya dari pengamatan saya di media penyebaran kasus terjadi di wilyah lainnya.
Kalau kita mencari penyebabnya memang relatif sulit. Ada yang bilang karena minim pendidikan seks di keluarga, ada yang bilang ilmu agama yang kurang, ada yang bilang ekonomi lemah dan ada pula yang bilang karena orang sekitar yang abai dengan lingkungannya. Semua menjadi diskurus panas, apa dan kenapa pastinya masih pula diperdebatkan.
Saya sendiri melihatnya ruang kita untuk waspada, mari kita menjaga diri kita dan orang sekitar kita. Penjahat kelamr=in ada di mana-mana. Satu hal, kalau kita tak bisa membantu korban minimal  tidak mengatakan  apa yang menyaikiti hati korban.
Korban adalah korban, orang yang terluka. Seperti apa pun awal kronolgisnya, jangan caci dan sudutkan mereka. Beri mereka waktu untuk hidup lagi. bangun dari keterpurukan. Jangan bunuh mereka dengan kata-kata sampai membuatnya putus asa.
Banyak kasus terjadi, korban putus asa karena kata-kata. Mereka mati karena cacian. Mereka tak ubahnya "pelaku kedua"yang padahal tak tahu menahu atas tragedi yang menimpanya. Bantu mereka, temani dan kuatkan mereka.
Cukup Nusrat di Banglades sana, yang dibakar hidup-hidup karena menyuarakan ia diperkosa kepala sekolahnya. Cukup itu, jangan ada lagi! Wallahu'alam. []
Pandeglang, 12 Juni 2024 Â 14.16
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H