Mohon tunggu...
Mahmud Kusbiantora
Mahmud Kusbiantora Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Magister Akuntansi Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak, NIM: 55520120035, Mahmud Kusbiantora, Universitas Mercu Buana Menteng Jakarta

Jangan Pernah menyerah Mengejar Mimpi walau sesulit apapun... "Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan." (QS Al Insyirah 5)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB_2 Cara Memahami Peraturan Perpajakan Internasional Pendekatan Seni; Penghindaraan Pajak dalam Islam Secara Legal dengan P3B

23 Mei 2022   22:29 Diperbarui: 23 Mei 2022   22:33 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MUC Consulting
MUC Consulting

Penjelasan flowchart:

  1. Lakukan identifikasi transaksi internasional yang terjadi. Transaksi internasional tersebut dapat berupa inbound income (penghasilan yang berasal dari luar negeri yang diterima oleh residen dalam negeri) maupun outbound income (penghasilan yang berasal dari dalam negeri yang diterima oleh residen luar negeri).
  2. Tentukan perlakuan pajak penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan atas transaksi internasional yang terjadi. Apabila tidak ada PPh terutang atas transaksi tersebut maka berakhirlah flowchart interaksi Undang-Undang Penghasilan dengan Persetujuan Penghindaraan Pajak Berganda  .
  3. Apabila terdapat PPh terutang atas transaksi tersebut, lihat apakah Persetujuan Penghindaraan Pajak Berganda  (P3B) antar negara yang terlibat dalam transaksi internasional dapat diterapkan. Apabila Persetujuan Penghindaraan Pajak Berganda   antar negara yang terlibat dalam transaksi internasional tidak dapat diterapkan, maka pemajakan transaksi internasional didasarkan pada Undang-Undang Pajak Penghasilan .
  4. Apabila Persetujuan Penghindaraan Pajak Berganda  (P3B) antar negara yang terlibat dalam transaksi internasional dapat diterapkan, maka sandingkan kedua aturan dan periksa apakah terdapat konflik antara aturan yang terdapat dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Persetujuan Penghindaraan Pajak Berganda . Apabila tidak terdapat konflik antara dua aturan tersebut, maka pemajakan transaksi internasional didasarkan pada Undang-Undang Pajak Penghasilan
  5. Apabila terdapat konflik antara Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan Persetujuan Penghindaraan Pajak Berganda , maka pemajakan atas transaksi internasional (khusus untuk isu yang berkonflik saja) didasarkan pada Persetujuan Penghindaraan Pajak Berganda (P3B)

Mengapa suatu negara membutuhkan pajak internasional ? Pada umumnya terdapat tiga tujuan utama mengapa suatu negara menuangkan ketentuan pajak internasio

nal dalam ketentuan pajak domestik yaitu:

  1. Peningkatan Pendapatan Nasional
    Fungsi utama pajak bagi suatu negara adalah untuk mengisi pundi-pundi penerimaan negara. Oleh karena itu, dalam konteks pajak internasional, suatu negara berkeinginan untuk memajaki dua situasi sebagai berikut: (i) memajaki subjek pajak dalam negerinya yang memperoleh penghasilan dari sumber yang berasal dari luar negaranya serta (ii) memajaki subjek pajak luar negeri yang mendapatkan penghasilan dari sumber yang berasal dari negaranya. Dalam konteks ini, suatu negara akan berupaya untuk mendapatkan bagian yang adil (fair share) atas klaim hak pemajakan internasional dengan tetap memperhatikan klaim pemajakan negara lain.

  2. Prinsip Kesetaraan
    Prinsip kesetaraan mengatur bahwa pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh subjek pajak dalam negeri, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri akan diperlakukan secara sama (ability to pay principle). Dalam konteks pajak internasional, suatu negara dapat menerapkan prinsip ini dengan cara menerapkan asas worldwide income bagi subjek pajak dalam negeri. Dengan penerapan konsep  worldwide income ini, subjek pajak dalam negeri yang menerima penghasilan dari sumber dalam negeri diberlakukan sama dengan subjek  pajak dalam negeri yang menerima penghasilan dari luar negeri.

  3. Efisiensi Ekonomi
    Dalam konteks pajak internasional, efisiensi ekonomi merujuk pada pengembangan iklim ekonomi yang efisien, yaitu suatu desain sistem pajak internasional yang bersifat netral. Netralitas dapat dicapai jika suatu sistem pajak tidak mendistorsi pilihan-pilihan ekonomi dari subjek pajak.  Terdapat dua netralitas utama yang dituju dalam kebijakan pajak internasional yaitu capital export neutrality dan capital import neutrality.
    Kebijakan capital export neutrality merupakan netralitas yang dimaksudkan agar suatu negara mengenakan beban pajak yang sama terhadap subjek pajak dalam negeri yang melakukan investasi di negaranya sendiri maupun ketika subjek pajak dalam negeri tersebut melakukan investasi di negara lain.
    Kebijakan capital import neutrality, yaitu netralitasyang dimaksudkan agar suatu negara mengenakan beban pajak yang sama atas penghasilan yang bersumber disuatu negara tanpa membedakan negara yang menerima penghasilan tersebut.

Pajak Berganda (atau lebih) terjadi ketika dalam suatu transaksi lintas batas negara, terdapat lebih dari satu negara yang mengklaim hak pemajakan atas transaksi lintas batas negara tersebut berdasarkan salah satu faktor penghubung yang berlaku menurut kententuan pajak domestik masing-masing negara. Konflik antara faktor penghubung tersebut menyebabkan lebih dari satu negara diberikan klaim hak pemajakan atas suatu transaksi ekonomi yang sama.

Menurut Sistem pemajakan domestik di banyak negara klaim hak pemajakan berdasarkan personal connecting factor menimbulkan klaim hak pemajakan terhadap penghasilan yang baik yang bersumber di dalam daerah teritorial suatu negara maupun yang bersumber dari luar negara (worldwide income atau disebut juga dengan universality principle).

Sebaliknya, suatu klaim hak pemajakan berdasarkan objective connecting factor menimbulkan klaim hak pemajakan yang terbatas hanya terhadap penghasilan yang bersumber dari suatu negara. Konflik antara kedua faktor penghubung tersebut umumnya disebut dengan residence-source conflict dan merupakan salah satu contoh situasi terjadinya pemajakan berganda.

Pajak Berganda Secara Yuridis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun