Dalam tradisi Nyadran pun pesertanya bukan hanya dari warga satu kampung, melainkan warga satu kampung ditambah orang-orang dari luar yang leluhurnya dimakamkan di kompleks pemakaman kampung tersebut. Acara Nyadran akhirnya menjadi sarana untuk berkumpul keluarga besar yang mungkin saja sangat jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Para perantau pun kadang-kadang pulang kampung. Terutama bagi perantau yang tidak bisa mudik di tahun sebelumnya, mereka membayar tuntas rindunya ketika Nyadran.
Berkaitan tentang nasi berkat, pada zaman dulu isi nasi berkat kebanyakan benar-benar nasi, sayur, dan lauk yang cukup untuk dimakan satu keluarga. Namun dalam sepuluh tahun terakhir mulai ada inovasi dari beberapa kampung. Ada berkat yang isinya bahan mentah seperti yang terjadi di kampung paman saya. Mereka membungkus beras, mie, telur, minyak, gula, dan teh sebagai berkat. Sedangkan di kampung saya sendiri, suatu kali pernah menggunakan kue sebagai berkat. Kesibukan masyarakat zaman sekarang sehingga sulit untuk mengadakan masak besar bersama menjadi alasannya.
Wujud berkat dapat berubah sesuai zaman, tetapi intinya masyarakat melakukan usaha untuk melestarikan tradisi Nyadran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H