Mohon tunggu...
Mahmudin Bm
Mahmudin Bm Mohon Tunggu... Freelancer - Ayah dari dua anak

Menulis, membaca, olahraga, MC dan mendongeng

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

" Ayah... Abang Malu"

16 Oktober 2022   19:20 Diperbarui: 16 Oktober 2022   20:02 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Ayah...abang malu" ujar Syamil

" Malu kenapa bang??" Tanya Ayahnya

" Abang kan laki-laki yah..." jawab Syamil

" iya, emang kamu laki-laki. Lalu kenapa malu?" Tanya Ayahnya kembali

Perlahan Syamil menceritakan maksud ucapannya, dengan wajah sedikit serius sesekali ia bertanya di sela-sela ceritanya. Ayahnya menjawab dengan singkat dan bijak.

Usia Syamil yang tidak lagi anak-anak mulai berpikir kritis, pertanyaan demi pertanyaan ia lontarkan ke Ayahnya. Pelan namun pasti Ayah Syamil mulai memahami jalan pikiran anak pertamanya.

Sore itu di ajaknya Syamil ke sebuah taman yang tak jauh dari rumahnya, taman yang cukup luas dengan aneka tanaman bunga dan pepohonan. Di bawah pohon ada tempat duduk yang nyaman untuk berbincang-bincang, Syamil dan Ayahnya menuju tempat tersebut. Syamil menunjuk salah satu pedagang yang ada di sisi taman tersebut, rupanya ia meminta di belikan jajanan.

" Syamil pesan dua porsi ya, ini uangnya. Oh iya sekalian beli minumannya " Ujar Ayahnya sambil memberi uang dua puluh ribuan.

Bergegas Syamil menuju penjual siomay, sementara Ayahnya duduk di taman sambil mengeluarkan hand phone di saku celananya.

Taman sore itu cukup ramai oleh pengunjung, anak-anak, remaja juga orang tua. Seperti biasa mereka bermain sambil jalan-jalan sore. Tak jarang mereka juga menikmati kuliner jajanan yang di jual pedagang di area taman tersebut. Aneka macam jajanan yang dijajakan dari makanan ringan sampai yang mengenyangkan, dari minuman dingin sampai yang panas, semua tersedia di area sisi taman.

Tak lama Syamil membawa dua porsi siomay dan air mineral. Mereka menikmati sambil berbincang-bincang ringan.

" Menurut bang Syamil apa yang membuat makanan ini menjadi enak??" tanya Ayahnya

"Hmmm...." Syamil berpikir sejenak, lalu melanjutkan "Sebab makanannya pakai bumbu yah..lalu di olah sedemikian rupa dan disajikan deh"

" iya benar... selain itu apa lagi??" tanya Ayahnya kembali

"Hmm..apa lagi ya??" sambil berpikir Syamil menatap Ayahnya, menunggu jawaban.

" Selain itu, kita diberi nikmat oleh Allah berupa nikmat sehat, nikmat merasakan makanan melalui alat pengecap dan yang lebih penting kita diberi nikmat bernafas yang gratis oleh Allah" jawab Ayahnya

"Nah.. kenikmatan-kenikmatan itu patut kita syukuri bang" Ayahnya melanjutkan.

" Semakin kita bersyukur maka akan ditambah nikmatnya oleh Allah, itu janji yang pasti di dalam firmannya di Al-Quran"

"Ayah...Mengapa Allah memberi nikmat sehat tetapi memberi sakit juga pada manusia??" tanya Syamil

"Sebenarnya nikmat sehat,nikmat hidup, nikmat kaya, waktu luang itu semua ujian. Sejauh mana kita sebagai hambaNya, ketika diberi nikmat-nikmat tersebut bersyukur atau tidak. Begitu pula sakit, miskin, waktu yang sempit dan juga mati itu ujian juga. Apa dengan semua ujian tersebut kita masih ingat Allah atau tidak." Jawab Ayahnya

"Sebagai orang beriman, ujian Allah tidak mungkin melebihi kesanggupan hambaNya. Selama kita selalu mendekatkan diri pada Allah, InsyaAllah diberi kekuatan menjalaninya dan diberi jalan keluar dari ujian." Lanjut Ayahnya.

" Oh..begitu ya yah.." ujar Syamil sambil mengunyah makanan " Lalu kenapa kita hanya diminta berdoa dan memohon pada Allah saja, tidak pada yang lainnya??" tanya Syamil kembali

"Kira-kira menurut kamu kenapa??" Ayahnya balik bertanya

Sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal Syamil menjawab " Sebab Allah Tuhan kita yah...Tuhan yang satu"

"Nah...benar, Allah melarang kita menduakanNya. Itu Syirik namanya, sementara syirik ada dua, syirik besar dan kecil. Syirik merupakan dosa besar yang tidak dapat diampuni" ujar Ayah Syamil

"Makanya kita hanya boleh berdoa dan memohon pertolongan pada Allah semata, bukan pada mahlukNya, bukan pula pada semua ciptaanNya. Di Al-Quran juga memang Allah yang meminta pada kita untuk berdoa padaNya, Berdoalah padaKu maka akan Aku perkenankan." Lanjutnya

Syamil manggut-manggut tanda mengerti apa yang dijelaskan Ayahnya.

Bukan Syamil namanya bila tidak bertanya terus menerus, seakan belum puas dan rasa ingin tahunya sangat besar. Belum sempat mengajukan pertanyaan, suara hand phone Ayahnya berbunyi. Dari kejauhan terdengar suara anak perempuan yang manja dan ceriwis, menanyakan keberadaan Ayahnya.

" Ayah dimana??" tanya Neng Syifa, adiknya Syamil

"Ayah lagi di taman neng cantik" jawab Ayahnya

" Kok Ayah gak ngajak dede sih...??" tanya Syifa bernada protes

"Loh...Ayah tadi mau ajak Syifa, tapi kan kamu masih terlelap bobo. Ayah gak tega lah banguninnya" jawab Ayahnya

"Ihh...sebel deh, Ayah, Jemput dede sekarang..!!!" pinta Syifa sambil sedikit teriak

Kalau sudah minta, tidak boleh tidak. Itulah Syifa. " iyaaa...neng cantik shalihah, segera merapat sayaangg..." jawab Ayahnya sambil menutup telpon dan bergegas pergi.

"Oh iya, Syamil tunggu di sini sebentar ya, Ayah mau jemput Syifa. Jangan kemana-mana loh.." ucap Ayahnya seraya meninggalkan Syamil.

Nampak di kejauhan Syifa berlari-lari riang diiringi Ayahnya, dengan jilbabnya yang pink warna kesukaan Syifa dan ada bentuk telinga kelinci diatasnya. "Abang Syamiiilll...." teriaknya sambil menghampiri kakaknya.

"Ayah...dede mau jajan dong" rengek Syifa, Ayahnya mengangguk sambil mengeluarkan uang. Syifa berlari ke tempat jajanan favoritnya, Cilok anti galau.

Pengunjung kian ramai di area taman, senja di ufuk kemerah-merahan. "Syamil Syifa, yuk kita pulang. Sebentar lagi azan maghrib berkumandang" Ajak Ayah seraya melirik jam tangannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun