Mohon tunggu...
Mahmudin Bm
Mahmudin Bm Mohon Tunggu... Freelancer - Ayah dari dua anak

Menulis, membaca, olahraga, MC dan mendongeng

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Kembali 100 tahun Chairil Anwar

31 Juli 2022   07:07 Diperbarui: 31 Juli 2022   07:07 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengenang 100 tahun Chairil Anwar


Masih teringat saat penulis di bangku sekolah, karya puisi Chairil Anwar di pelajari dan dipentaskan. Aku turut serta mempelajari karya-karyanya dan ikut membacakan puisi yang melegenda yaitu "Aku" dan " Antara Karawang dan Bekasi".


Ketika latihan di depan kelas, ekspresi raut wajahku sangat menghayati dan menjiwai isi puisi ciptaannya. Sajak di bawah ini yang aku bawakan di depan kelas.

Baca juga: Pentingnya Bahagia


Aku
Kalau sampai waktuku
Kumau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau..
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa ku bawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret, 1943

Perasaan bangga saat membacakan puisi karyanya, penghayatan yang maksimal hingga apresiasi dari guru dan teman-teman luar biasa.  


Sejak itulah, aku suka puisi. Bukan Cuma suka bahkan sempat membuat karya puisi, walaupun tak sebagus karya puisi ternama.


Entah kenapa ketika ada kejadian atau peristiwa yang aku alami selalu ku tuangkan dalam puisi. Waktu sekolah ketika jatuh cinta, buat puisi yang romantis, puisi rasa kebingungan, mengenai kemarahan, dan macam-macam tema yang aku buat.


Hingga sekarang masih membuat bait puisi, sepertinya gatal rasanya bila tak menulis puisi.

Baca juga: Puisi Perjalanan


Sempat pula mengikuti lomba menulis puisi tingkat nasional, walau tidak terobsesi menjadi juara namun hanya ingin ikut serta menampilkan karya sendiri. Terlebih karya yang aku buat di bukukan dalam satu buku dengan penulis karya puisi yang lain.


Sebuah buku yang menjadi sejarah hidupku, kelak akan kuceritakan pada anak dan cucu-cucuku.


Hikmah pelajaran dari Chairil Anwar


Sebagai pencinta karya sastra, aku menyelami kehidupan para penulis yang membuat karya puisi. Tak luput kisah dari Chairil Anwar.


Dari kisahnya, banyak yang dapat kita ambil sebagai pelajaran berharga. Salah satunya tekad beliau yang ingin menjadi seniman. Upaya yang ia lakukan selain menulis karya, mempelajari berbagai bahasa diantaranya bahasa Belanda, Inggris dan Jerman. Hingga ia mampu membaca dan mempelajari karya sastra dunia.


Luar biasa bukan?
Dalam mendalami dunia sastra tak tanggung-tanggung. Dengan membaca beliau mendapat ilmu dan wawasan. Setiap saat dan waktu selalu membaca, bahkan waktu saat makan pun ia sempat sambil membaca. Membaca salah satu upaya agar kita mampu mempelajari dan mendalami karya yang akan kita buat.


Dalam bidang apapun, membaca merupakan cara jitu dan tepat dalam menambah ilmu dan wawasan pengetahuan. Bila tidak dengan membaca, bagaimana mungkin kita semua mampu menguasai 'dunia'.


Pelajaran yang kita ambil dari kisah Rasulullah, ketika mendapat perintah untuk membaca. Iqra, bacalah. Saat ini hikmah yang sangat relevan dari kisah Rasulullah, selain banyak lagi pelajaran-pelajaran yang kita dapat dari Nabi akhir zaman ini.


Lalu apalagi dari kisah Chairil Anwar yang dapat kita ambil sebagai pelajaran? Ketekunan dan keseriusannya. Seorang Chairil Anwar telah berhasil membuat karya 71 buah sajak asli, 2 buah sajak saduran, 10 sajak terjemahan, 6 prosa asli dan 4 prosa terjemahan.


Selain itu kata-kata Chairil Anwar yang mengatakan bahwa dalam menulis  sebuah sajak tidak dapat sekali jadi. Setiap kata yang ditulis harus di gali dan dikorek sedalam-dalamnya. Kata harus dipertimbangkan, dipilih, dihapus dan kadang-kadang dibuang kemudian di kumpulkan lagi dengan wajah baru. Ini yang jadi pelajaran buat kita yang menyukai dan menekuni sebuah sajak atau puisi. Penulis rasakan apa yang ia katakan, jujur saja pada awal-awal menulis puisi selalu ingin sekali jadi. Pelajaran berharga dari beliau yang merubah cara aku menulis sebuah puisi.


Tantangan, ya itu lah yang terjadi. Pelajaran hidup seorang Chairil Anwar adalah selalu banyak tantangan. Karya-karya sastranya mendapat tantangan dari berbagai penulis karya sastra. Yang pada akhirnya, seperti Sutan Takdir Alisjahbana yang awalnya menolak penerbitan karya sajak Chairil Anwar mengakui kebesarannya.
Tantangan ini menjadi pelajaran buat kita, bahwa diantara fase kesuksesan seseorang ada banyak hambatan dan tantangan. Bila kita dapat melewati tantangan menjadi peluang, maka segala upaya dan usaha kita dalam menekuni karya sastra akan berakhir manis.


Itulah beberapa pelajaran buat kita semua dengan kepribadian dan karya sastra seorang Chairil Anwar. Dalam 100 tahun karya beliau, ku tulis artikel ini tentu dengan semangat berbagi dalam menulis agar bermanfaat bagi pembaca.


Terakhir penulis ingin mengingatkan kata-kata Chairil Anwar yang terbukti hingga sekarang, beliau mengatakan bahwa "nanti kalau aku sudah meninggal, mereka akan mengerti, mereka akan memujaku dan  mereka akan mematungkan diriku"


Semoga bermanfaat...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun