Pilkada serentak 2024 menjadi momen penting dalam perhelatan demokrasi di Indonesia, termasuk di Kabupaten Bangkalan, Madura. Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU (Komisi Pemilihan Umum) Bangkalan memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan pelaksanaan pilkada berjalan lancar, adil, dan sesuai dengan asas pemilu yang jujur serta transparan.
Salah satu isu yang sering muncul menjelang pemilu di wilayah-wilayah dengan karakteristik sosial-ekonomi tertentu, termasuk di Bangkalan, adalah pengawalan hak pilih masyarakat desa yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) rendah. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang terbatas dan kurangnya akses terhadap informasi rawan mengalami penyalahgunaan hak pilihnya.
Salah satu tantangan terbesar dalam memastikan kualitas demokrasi adalah pengawalan terhadap hak pilih. Dalam konteks Bangkalan, pengawasan terhadap daftar pemilih tetap (DPT) menjadi krusial. Di beberapa desa yang tingkat literasi masyarakatnya rendah, potensi manipulasi hak pilih, seperti adanya pemilih fiktif, penggelembungan suara, atau penyalahgunaan hak suara oleh pihak tertentu, kerap kali menjadi sorotan.
KPU Bangkalan harus menunjukkan keseriusannya dalam mengawasi proses penyusunan dan verifikasi DPT, mulai dari masa coklit, masa DPHP sampai DPSHP adalah fase urgent yang memang perlu di telaah betul-betul oleh KPU, sehingga penyelenggara di lapangan benar-benar bertugas, misalnya pada masa coklit semua pantarlih benar-benar mencoklit dan menempelkan stiker di semua rumah, DPT sudah di tempelkan ditempat umum, misalnya di rumah-rumah carek atau tempat-tempat umum lainnya,Sebab penulis menemukan salah satu unggahan dari oknum yang diduga penyelenggara menempelkan hasil penetapan DPT di dalam Mushollah/langgar, nah, hal semacam ini kemudian menjadi indikasi bahwa kegiatan-kegiatan prapilkada hanya formalitas laporan semata.
Pengawalan ini tidak hanya sebatas memastikan seluruh masyarakat yang memiliki hak pilih tercatat, tetapi juga memastikan bahwa hak pilih tersebut tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Pengecekan terhadap DPT harus dilakukan secara teliti, dengan melibatkan pengawas pemilu dan partisipasi aktif masyarakat.Â
Penggunaan teknologi, seperti Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih), diharapkan mampu membantu transparansi dan akurasi DPT. Namun, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa teknologi ini dapat diakses dengan baik oleh masyarakat di daerah-daerah terpencil.Â
Di desa-desa dengan SDM rendah, kemampuan masyarakat untuk mengakses dan memahami informasi digital sering kali terbatas. Oleh karena itu, KPU perlu menyiapkan langkah antisipatif untuk mengatasi masalah ini, misalnya dengan menghadirkan posko-posko pengaduan DPT yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
Tantangan lain yang dihadapi KPU Bangkalan adalah sosialisasi terkait DPT, khususnya di masyarakat desa yang SDM-nya rendah. Tingkat pendidikan yang rendah seringkali menjadi kendala dalam pemahaman informasi terkait proses pemilu, termasuk pentingnya keterlibatan aktif dalam pengecekan DPT.Â
Sosialisasi yang hanya mengandalkan media sosial atau teknologi informasi modern tidak akan cukup menjangkau masyarakat desa. Metode pendekatan yang lebih personal dan sesuai dengan kondisi lokal harus menjadi prioritas.
KPU Bangkalan harus mengembangkan metode sosialisasi yang inklusif dan efektif untuk menjangkau masyarakat desa yang memiliki keterbatasan akses informasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan tokoh masyarakat setempat, seperti kepala desa, ulama, dan tokoh adat, atau para pemuda sebagai agen sosialisasi.
Pendekatan melalui tokoh lokal ini diyakini lebih efektif karena mereka memiliki pengaruh besar dalam komunitasnya. Selain itu, metode komunikasi langsung seperti pertemuan warga, majelis taklim, dan pengajian juga bisa dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi terkait hak pilih dan DPT secara sederhana dan mudah dipahami.