Mohon tunggu...
Mahliana De Uci
Mahliana De Uci Mohon Tunggu... Freelancer - dan bagaimana saya harus mengisi kolom ini?

Gemar menonton bola dan main PES. Asli Majalengka.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Nadir Pengabdian Tessio

4 Januari 2021   08:17 Diperbarui: 4 Januari 2021   08:29 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tell Mike, It was only business.
   I always liked him."
- Salvatore Tessio
(The Godfather - Mario Puzzo)

Setelah Vito Corleone mangkat terasa kegamangan di tubuh keluarga. Ia adalah sebenar-benarnya figur. Bukan benar dalam artian biasa, memang, tapi pada ukuran dunia kerja yang Don Corleone berada di dalamnya. Kepergiannya meninggalkan celah besar menganga. Atau santapan empuk, bagi musuh-musuh keluarga Corleone.

Tersiar kabar jika Don telah memilih pewaris. Putra ketiga, Michael. Tak terlalu mencolok, Mikey ini. Berbeda dengan Sonny si pemarah, atau Freddie yang penurut, Mike, ah... Mike selalu misterius.

Ketika orang kepercayaan keluarga dan kenalan-kenalan mencari alasan untuk tak terkena wajib militer, ia justru mengajukan diri ikut bertempur. 

Di pesta pernikahan Connie Corleone, Mike sengaja mengenakan atribut militernya agar terlihat berbeda dengan anggota keluarga lainnya. Perbedaan yang mungkin ditujukan guna menghina Don, ayahnya, yang sempat kecewa atas pilihan Mike.

sumber: flickriver.com
sumber: flickriver.com

Atau beberapa waktu lalu, saat seorang kapten polisi menghajar hidungnya sampai retak, Mike enggan melayangkan tuntutan akan itu. Seolah tak punya taring atau bara khas anak muda yang meletup-letup. 

Meski Kapten polisi itu pun mati juga setelah Mike menghancurkan tengkoraknya ketika makan steak di sebuah restoran keluarga dengan toilet bergaya klasik. 

Orang-orang dalam lingkaran inti Corleone pun sempat tak percaya akan kenekatan anak itu. Bahkan Pete Clemenza dan Sonny membuat lelucon di awal kemunculan ide sinting ini.

Bagaimanapun, ia masih terlalu hijau untuk berhadapan dengan Emilio Barzini, penguasa kedua bawah tanah New York setelah Don Corleone. Punya pemikiran tangkas dan modern di antara kepala keluarga yang lain, itulah Barzini. 

Mungkin pula karena usianya lebih muda ketimbang Don-Don lain sehingga aura berbahaya yang dimilikinya masih berkobar besar. Lantas, apakah keluarga Barzini bakal mengangkangi lembah gelap kota di masa depan? Mungkin, mungkin saja.

Yang jelas ia sudah mulai melebarkan jengkal demi jengkal kekuasaannya. Bronx dan Brooklyn, wilayah kami, digempur tanpa permisi. Dilandasi respek terhadap Don, aku dan Pete minta restu Mike turunkan prajurit untuk menghajar begundal itu. Membela diri sebelum Barzini makin menjadi. Tapi Mike bergeming, menginstruksikan kami menunggu. Menunggu. Menunggu. Oh, apa yang harus ditunggu lagi?

Pernah juga tercetus gagasan bila aku dan Pete bergerak bebas saja, tak melulu hierarkis macam dulu kala Don Corleone memberi instruksi via Consigliori Genco Abbandando. 

Kami paham posisi keluarga saat ini dan rela untuk tetap bekerja sama sampai kondisi mendingin. Mike juga menolak secara halus. Menyebut kami harus bersabar mengikuti komandonya sebelum waktu damai itu tiba.

Maka, begitulah kegamanganku. Tak ada jaminan atau isyarat strategi soal bagaimana keluarga bakal bereskan semua kekacauan. 

Harapan dinasti Corleone bertahan amat tipis seiring kepergian sahabatku, Vito Corleone, The Godfather. Dan kami mungkin bakal menyusulnya jika dinamik situasi tak kunjung berubah.

Ketika Barzini datang memberi prospek mengelola keluarga sendiri di bekas wilayah Corleone yang akan ia rampas, bagiku, itulah peluang bertahan hidup paling masuk akal. 

Masalah segera tuntas tanpa banyak membuang nyawa dan tenaga. Ini toh soal bisnis. Di samping itu, aku selalu menyukai Mike. Ia telah jadi Don yang baik, lebih baik dari Sonny.

***

Pada tengah malam dimana hujan sepertinya tak akan segera reda, saya ujug-ujug kepikiran bagian ini. Bagian dimana Sally menyadari kekeliruan perhitungannya. 

Ia membuang apa yang dibangun di masa-masa muda bersama Vito, Pete dan Genco karena terbenam dalam kebimbangan soal masa depan keluarga post-Vito. Menunjukkan karakter Sal Tessio, sang caporegime Brooklyn: kalkulatif dan cerdas.

sumber: nytimes.com
sumber: nytimes.com

Dalam The Godfather (1972) besutan Ford Coppola, Tessio diperankan Abe Vigoda. Meski tak sering berada dalam frame, performanya meninggalkan kesan dan memberi warna. Abe telah meninggal pada Januari 2016, di usianya ke-94.

Untuk menutup tulisan ini, saya nukilkan dialog pamungkas Tessio, bersama Tom Hagen.


Tessio: "Can you get me off the hook... for old time sake?"

Hagen: "Can't do it, Sal."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun