Mungkin pula karena usianya lebih muda ketimbang Don-Don lain sehingga aura berbahaya yang dimilikinya masih berkobar besar. Lantas, apakah keluarga Barzini bakal mengangkangi lembah gelap kota di masa depan? Mungkin, mungkin saja.
Yang jelas ia sudah mulai melebarkan jengkal demi jengkal kekuasaannya. Bronx dan Brooklyn, wilayah kami, digempur tanpa permisi. Dilandasi respek terhadap Don, aku dan Pete minta restu Mike turunkan prajurit untuk menghajar begundal itu. Membela diri sebelum Barzini makin menjadi. Tapi Mike bergeming, menginstruksikan kami menunggu. Menunggu. Menunggu. Oh, apa yang harus ditunggu lagi?
Pernah juga tercetus gagasan bila aku dan Pete bergerak bebas saja, tak melulu hierarkis macam dulu kala Don Corleone memberi instruksi via Consigliori Genco Abbandando.Â
Kami paham posisi keluarga saat ini dan rela untuk tetap bekerja sama sampai kondisi mendingin. Mike juga menolak secara halus. Menyebut kami harus bersabar mengikuti komandonya sebelum waktu damai itu tiba.
Maka, begitulah kegamanganku. Tak ada jaminan atau isyarat strategi soal bagaimana keluarga bakal bereskan semua kekacauan.Â
Harapan dinasti Corleone bertahan amat tipis seiring kepergian sahabatku, Vito Corleone, The Godfather. Dan kami mungkin bakal menyusulnya jika dinamik situasi tak kunjung berubah.
Ketika Barzini datang memberi prospek mengelola keluarga sendiri di bekas wilayah Corleone yang akan ia rampas, bagiku, itulah peluang bertahan hidup paling masuk akal.Â
Masalah segera tuntas tanpa banyak membuang nyawa dan tenaga. Ini toh soal bisnis. Di samping itu, aku selalu menyukai Mike. Ia telah jadi Don yang baik, lebih baik dari Sonny.
***
Pada tengah malam dimana hujan sepertinya tak akan segera reda, saya ujug-ujug kepikiran bagian ini. Bagian dimana Sally menyadari kekeliruan perhitungannya.Â
Ia membuang apa yang dibangun di masa-masa muda bersama Vito, Pete dan Genco karena terbenam dalam kebimbangan soal masa depan keluarga post-Vito. Menunjukkan karakter Sal Tessio, sang caporegime Brooklyn: kalkulatif dan cerdas.