Kehidupan sebagai seorang mahasiswa seringkali mendapatkan tekanan dari berbagai aspek dalam kehidupan. Berbagai tekanan yang dialami mahasiswa turut memengaruhi kesehatan mental mereka. Tekanan akibat tuntutan prestasi akademik, penyesuaian terhadap lingkungan perkuliahan, dan menjalin hubungan sosial yang sehat menjadi faktor yang dapat memicu terjadinya stres dan depresi di kalangan mahasiswa (Febriana & Sari, 2024). Berdasarkan hasil penelitian kepada 227 mahasiswa di salah satu perguruan tinggi Indonesia, terdapat 124 mahasiswa memiliki tanda-tanda depresi dan sebesar 86,8% atau 197 mahasiswa memiliki gejala kecemasan dalam kategori tinggi (Setyanto dkk., 2023).
Fakta lain yang lebih mengejutkan yaitu data hasil skrining kesejahatan jiwa kepada 12.121 mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) menyatakan bahwa sebanyak 22,4% mahasiswa mengalami depresi dan 3,3% atau  399 mahasiswa mengatakan ingin mengakhiri hidupnya (Alam, 2024). Apabila fakta di lapangan menyatakan bahwa mahasiswa menjadi kelompok yang rentan mengalami gangguan kesehatan mental, lalu bagaimana cara agar mahasiswa dapat mencapai kesejahteraan dalam dunia perkuliahannya?
Memaknai Kesehatan Mental
Kesehatan mental sangat berkaitan erat dengan kesejahteraan subjektif yang dialami seseorang. Kesejahteraan subjektif mencerminkan persepsi dan evaluasi individu terhadap kehidupan yang dijalaninya berdasarkan keadaan efektif, fungsi psikologis dan sosial mereka. Individu yang sehat secara mental akan menunjukkan tanda-tanda seperti menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri, memiliki hubungan sosial yang sehat, mendorong diri untuk berkembang menjadi lebih baik, memiliki tujuan hidup, mampu mengendalikan kehidupan mereka sendiri, dan mampu berani mengambil keputusan (Keyes & Haidt, 2003). Kesehatan mental yang baik juga terlihat pada individu yang memandang kehidupan sosial sebagai sesuatu yang bermakna, merasa menjadi bagian dari sebuah komunitas, dan mampu berkontribusi kepada masyarakat.
Mahasiswa yang benar-benar sehat secara mental akan mampu menerima kekurangan dan kelebihan yang ada pada dirinya. Ia akan berusaha untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya dan memperbaiki kekurangan sesuai dengan kemampuannya. Hal ini mendorong mahasiswa untuk terus berkembang menjadi lebih baik ke depannya. Mahasiswa akan terus mencari pengalaman yang dapat memberikan makna dan pelajaran untuk pertumbuhan dirinya. Proses tersebut dilakukan sebagai bagian dari usaha untuk mencapai tujuan dalam kehidupannya. Tidak hanya itu, mahasiswa juga perlu menjalin hubungan yang positif dengan orang-orang di sekitarnya. Misalnya dengan mengikuti organisasi, komunitas, forum-forum ilmiah, dan kegiatan lainnya yang dapat berdampak positif bagi dirinya dan lingkungan di sekitar. Aktivitas tersebut akan menghadirkan perasaan positif yang dapat menjaga kesehatan mentalnya.
Flourishing: Puncak Kesejahteraan
      Mahasiswa yang sehat secara mental memungkinkan ia dapat mencapai tingkat kesejahteraan yang paling tinggi. Konsep ini dijelaskan dalam teori Psikologi Positif yang dikenal dengan istilah flourishing. Individu yang merasakan emosi positif terhadap kehidupannya dan berfungsi dengan baik secara psikologis dan sosial berarti sudah mencapai tingkat flourishing (Keyes & Haidt, 2003). Seseorang dikatakan flourishing apabila ia memiliki beberapa kriteria berikut, seperti positive emotion yang mencakup kebahagiaan, kehangatan, dan kepuasan hidup; engagement dimana seseorang merasa terlibat secara aktif dengan dirinya dan orang-orang di sekitarnya; meaning artinya seseorang mampu memaknai setiap aktivitas yang ia kerjakan; positive relationship yaitu menjalin hubungan baik dengan orang lain; positive accomplishment yang mencakup kesuksesan, pencapaian, dan penguasaan (Seligman, 2011).
      Penulis melakukan survei terhadap 121 mahasiswa dari berbagai universitas untuk mengetahui tingkat flourishing mahasiswa tersebut. Berdasarkan survei tersebut, diketahui sebanyak 23 mahasiswa memiliki tingkat flourishing rendah, 79 mahasiswa memiliki tingkat flourishing sedang, dan 19 mahasiswa memiliki tingkat flourishing tinggi. Hasil survei tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata mahasiswa memiliki tingkat flourishing yang sedang. Hal ini didukung oleh penelitian studi kasus pada mahasiswa Suku Nias yang menyatakan bahwa subjek penelitian merasakan flourishing selama menjalani perkuliahan di Yogyakarta (Luahambowo dkk., 2022). Terdapat tiga faktor yang memengaruhi flourishing pada mahasiswa tersebut. Pertama, emosi positif yang ditandai dengan perasaan senang, mandiri, bersyukur, dan nyaman selama mengikuti perkuliahan. Kedua, keterlibatan atau engagement yaitu subjek terlibat dengan beberapa komunitas, seperti komunitas keagamaan. Ketiga, hubungan positif yaitu subjek memiliki hubungan yang positif dengan keluarga, teman-teman, dan komunitas yang mereka ikuti. Subjek mengatakan bahwa makna kehidupan dapat ditunjukkan melalui nilai-nilai kebaikan dan keberhasilan dalam studi. Hal tersebut yang menjadi alasan mereka untuk tetap optimis dan bertahan dalam dunia perkuliahan.
Rahasia Mencapai Flourishing