"Hess, jan! Pagi-pagi disemprot Lik Dlower!"
Dobleh yang baru membaca koran tentang polisi yang mempunyai tiga istri mau tak mau meladeni adiknya. Meski matanya tak berkedip memandang foto istri ketiga polisi itu yang memang cantik.
"Kenapa, Bleh?"
"Sialan! Sialan si Kampret itu. Masa anak laki-laki tukang adu!" gerutu Dobleh.
"Tukang adu gimana? Adu ayam? Kowe juga suka mengadu ayam, to?"
"Tukang adu! Masa si Kampret itu mengadu sama Bapaknya kalau ia dipalak, padahal kalah taruhan adu ayam!"
"Ooo..."
"Padahal dulu pas kita anak-anak yang namanya mengadu ke orangtua itu "perbuatan tercela", to Bleh?"
Dobleh hanya tertawa, sementara matanya belum beranjak dari foto gadis berjilbab di koran itu.
"Nggak usah gumun, Ngop. Sekarang itu sudah umum dikit-dikit lapor polisi. Mending kamu cuma dilaporin ke Bapaknya. Coba kalau ke KPK?"
"Apa urusannya sama KPK?"
"Itu yang dipakai taruhan uang kas pemuda, to?"
Dobleh kali ini hanya cengar-cengir.
"Bleh... Dobleh. Jaman sekarang itu bebas. La wong kamu diejek terus lapor polisi aja bisa. Bilang aja pencemaran nama baik. Anak sekolah yang dihukum karena datang telat aja bisa melaporkan gurunya."
"Nggak mau aku, Ngop. Jelek-jelek gini aku bukan orang yang suka wadul."
Kali ini Dobleh yang cengar-cengir.
"Tapi Dipta emang cantik." katanya.
Dobleh hanya ndlongop.
"Haaa???"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H