"Pintu-pintu yang terbuka dengan kasih sayang", itulah ucapan yang dikatakan seorang ulama yang saya kutip dari rangkuman ceramah beliau. Kata-kata ini terasa pas dengan momen hari ini, tanggal 21 April. Bangsa kita, setiap tanggal 21 April memperingati Hari Kartini. Kartini adalah simbol perjuangan kaum perempuan di era penjajahan Belanda di tahun 1900-an.
Tulisan-tulisan surat RA Kartini kepada rekan korespondensinya di Belanda, di tengah politik etis penjajahan Belanda, membuka tabir baru kaum perempuan pada saat itu. Terbitnya buku "Habis gelap terbitlah terang" membuat emansipasi perempuan pun mulai diperhatikan. Perempuan tidak lagi dipandang sebelah mata. Perempuan tidak lagi hanya akan berkutat di dapur saja. Perempuan juga perlu mendapatkan kesempatan yang sama dalam berbagai bidang kehidupan.
Kita tahu, perempuan identik dengan kasih sayang. Inilah mengapa perkataan ulama tersebut sungguh pas dengan momen ini. Kelembutan watak perempuan, membuatnya dipenuhi dengan sifat kasih sayang. Apalagi jika perempuan sudah menjadi seorang Ibu, sifat kasih sayangnya semakin terlihat. Sungguh benar makna ungkapan, "Ibu adalah pahlawan kasih sayang." Seorang ibu rela memberikan apapun untuk anaknya. Bahkan mungkin nyawa pun bisa dipertaruhkannya.
Di zaman sekarang ini, tidak dapat dipungkiri manusia sangat membutuhkan kasih sayang. Di tengah-tengah kemajuan era teknologi, kita terkadang lupa akan tabiat kita sebagai manusia. Kita seakan menjadi seperti robot yang tidak memiliki hati. Padahal sejatinya setiap insan memiliki akal, iradah, dan perasaan di dalam hati yang perlu diperhatikan. Inilah yang membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan yang lain.
Pemikiran serba materialistis terkadang membuat manusia juga lupa akan keberadaan kasih sayang di dalam hati. Semua diukur dengan materi, dengan jasmani, tanpa memperhitungkan sisi rohaninya.
Di saat seperti ini, diperlukan individu yang sadar dan berdedikasi untuk memberikan penyadaran. Individu yang akan mengarahkan kembali masyarakat untuk selalu melihat perasaan kasih sayang yang ada di dalam hatinya. Seperti sosok Kartini yang telah menyadarkan kaumnya pada saat itu.
Di era ini, kita harus menjadi sosok-sosok Kartini baru. Kita harus lebih bisa berperan aktif untuk mengetuk pintu hati orang-orang yang ada di sekitar kita. Kita seharusnya merenungi perkataan Maulana Jalaludin Rumi, "Datanglah. Mari kemari datanglah. Siapapun dirimu". Kita harus datang, kita tidak bisa menunggu lama lagi. Rasa kasih sayang ini harus kita bawa kepada orang-orang yang telah melupakannya.
Salah satu prinsip kasih sayang yang perlu kita hidupkan adalah "Membalas keburukan dengan kebaikan". Ada ungkapan dalam bahasa Turki mengatakan, "Tak ada cacian bagi yang mencaci, tak ada pukulan bagi yang memukul". Dalam diri kita yang ada hanyalah kebaikan, sebagai perwujudan rasa kasih sayang kita terhadap sesama. Tak masalah keburukan apa yang kita terima, yang lebih penting adalah kebaikan apa yang kita lakukan.
Prinsip kasih sayang yang lain adalah kasih sayang terhadap semua entitas ciptaan Tuhan yang maha kuasa. Pernahkah kita berpikir adakah semut yang terinjak ketika kita melangkahkan kaki kita di rerumputan. Pernahkan kita merasa bersalah ketika tidak menyiram tanaman yang ada di kebun kita. Semua itu adalah ukuran seberapa dalam rasa kasih sayang kita kepada entitas yang ada di dunia ini. Seseorang yang memiliki jiwa kasih sayang, pasti akan memikirkan itu semua.
Ya. Kasih sayang seharusnya bisa menjadi tabiat di dalam diri manusia. Jika kasih sayang sudah menjadi tabiat dalam diri seseorang maka dengan sendirinya rasa kasih sayang akan keluar di setiap gerak geriknya. Bayangkan bagaimana dunia ini jadinya, jika semua orang mengedepankan rasa kasih sayang antar sesama. Akan terasa sangat indah bukan?
Mungkin di era ini, manusia lebih membutuhkan kasih sayang, dari pada udara, air maupun makanan, sebagai kebutuhan pokoknya. Mengapa? Coba kita perhatikan, dunia sekarang ini sudah tidak lagi disibukkan oleh permasalahan kemiskinan atau kelaparan. Dunia sekarang ini lebih disibukkan oleh permasalahan konflik, perpecahan dan intoleransi. Semua masalah itu berkembang karena sudah menurunnya rasa kasih sayang di antara kita para penghuni dunia.Â
Tanpa adanya rasa kasih sayang, seseorang tidak akan bisa hidup untuk orang lain. Kehidupannya tidak membawa kehidupan bagi orang lain. Yang ada hanya kepentingan dirinya sendiri. Selalu mengedepankan kepentingan pribadi ataupun golongannya sendiri. Ego yang dikedepankan. Inilah yang membuat permasalahan di dunia ini tidak ada akhirnya.
Untuk menawar itu semua hanya ada satu obat, yaitu rasa kasih sayang di dalam hati. Sudah pastinya setiap orang akan menunjukkan respon yang berbeda terhadap rasa kasih sayang yang kita tunjukkan. Tapi percayalah. Setiap benih kasih sayang yang kita tebarkan tidak akan memberikan keburukan kepada kita. Justru, akan ada kebaikan yang akan merekah dari benih-benih tersebut.
Setiap pintu hati yang terbuka karena kasih sayang yang kita berikan akan membuka pintu-pintu hati yang lain. Yang penting adalah bagaimana kita mengetahui cara yang baik bagaimana membuka pintu hati seseorang. Caranya, dengan membuka pintu hati kita. Jika kita membuka pintu hati kita dengan penuh rasa kasih sayang, maka orang lain pun akan membuka hatinya. Ketika ini terjadi, maka tidak akan ada masalah di dunia ini yang tidak tersolusikan.Â
Alhasil, momen peringatan Hari Kartini ini mengingatkan kita akan rasa kasih sayang di hati kita. Rasa kasih sayang yang rasanya kian luntur digerus era. Menjadi tugas kita bersama untuk mengumpulkan orang-orang untuk berjuang bersama. Berjuang membuka pintu hati yang seluas-luasnya. Berjuang untuk menebarkan kembali nilai-nilai kasih sayang dan menjadikannya nilai-nilai universal kemanusian yang diakui semua orang di dunia. Pada saat itu kita akan merasakan kedamaian dalam kehidupan kita. Selamat Hari Kartini untuk kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H