Namun sayangnya, kita sebagai manusia yang sedang berada di lautan nikmat yang diberikan Allah, terkadang tak menyadarinya.Â
Kita yang sedang berenang dalam kenikmatan, baru akan memahami nilai dan pentingnya kenikmatan ini dengan puasa, dan karena itu kita seharusnya bersyukur untuknya.
Kita akan memahami nikmat segelas air ketika kita berbuka puasa. Tentunya, puasa yang didasari dengan keimanan yang kuat. Tanpa adanya keimanan, maka hal ini tidak mungkin tercapai.Â
Dari sini kita memahami bahwasanya keimanan bisa dihubungkan dengan menjaga mulut kita melalui puasa. Iman yang menjaga manusia untuk tidak meminum air walau seteguk ketika berpuasa.Â
Karena iman, yang diperdengarkan di dalam hati nurani, dirasakan di dalam hati, maka kehidupan manusia akan mencapai keberkahan dan kedamaian.
Segala nikmat datangnya dari Allah, dan Allah menginginkan rasa syukur dari manusia sebagai jawaban dari segala nikmat yang telah diberikan-Nya.Â
Coba kita pikirkan, bukankah akan menjadi sebuah kekurangajaran dari kita manusia jika kita tidak bersyukur kepada-Nya?
Syukur itu bisa dilakukan dengan tiga cara, dengan hati, dengan lisan, dan dengan anggota tubuh lainnya. Syukur dengan hati adalah dengan menvisualisasikan segala nikmat yang diberikan Allah.Â
Nikmat Allah, ada yang terlihat dan ada yang tidak. Visualisasi nikmat ini akan terealisasi dengan berpikir atau mentafakuri segala pemberian Allah kepada kita.Â
Syukur dengan lisan adalah yang paling mudah dan sering kita lakukan. Ucapan tahmid, tasbih, dan tahlil menjadi ucapan yang sering terdengar ketika kita mendapatkan nikmat dari Allah.Â
Syukur dengan anggota tubuh yang lain maksudnya adalah memenuhi hak-hak tubuh, baik jasmani maupun rohani.Â