Suatu hari di bulan Ramadan, Haji Udin sedang berbincang santai dengan tetangganya sambil menunggu iftar. Tetangganya mengajukan pertanyaan kepada Haji Udin:
-Pak Haji, minggu lalu ketika memberikan kultum tarawih Anda berkata bahwasanya Allah akan menambah nikmatnya kepada orang yang bersyukur. Setiap berbuka puasa, aku selalu bersyukur dengan menengadahkan kedua tangan, tetapi mengapa tidak pernah bertambah kenikmatan yang kuterima?
Mendengar pertanyaan tetangganya Haji Udin mengernyitkan dahi dan balas berkata:
-Kalau engkau bersyukur dengan tujuan ingin bertambah kenikmatan yang engkau terima, itu artinya engkau belum benar-benar bersyukur. Bersyukur sebenarnya adalah menghadirkan perasaan "tahu" atas ketidakmampuan kita untuk mensyukuri seluruh nikmat yang Allah berikan kepada kita.
Ya, perkataan Haji Udin tersebut memang perlu kita renungi. Kita harus benar-benar memahami apa itu artinya bersyukur. Bagaimana kita memahami rasa syukur?
Allah menciptakan dunia dan segala isinya dengan sangat sempurna. Semua entitas yang ada di dunia, baik benda hidup atau benda mati, semua seolah sedang melakukan tugasnya untuk melayani manusia. Dunia yang kita tempati ini seolah menjadi nampan yang berisi beragam suguhan yang bisa kita nikmati.Â
Tumbuhan yang tak berhenti memberikan buahnya, hewan yang tak berhenti memberikan daging dan susunya, tanah yang memberikan mineralnya, air yang memberikan kejernihannya, dan udara yang memberikan kesejukannya, semuanya untuk kita manusia.
Bukan hanya yang ada di bumi, langit pun tak mau kalah dengan segala rezeki yang diberikannya. Hujan turun dengan membawa manfaat yang tak terhingga.Â
Air hujan ada yang menuju ke sungai, ada yang menuju ke danau, ada yang menuju ke lautan, dan ada juga yang terserap ke dalam perut bumi. Semua sudah diatur kadar dan ukurannya sehingga tidak membahayakan manusia.Â
Justru air-air tersebut menjadi sumber kehidupan. Air-air tersebut membuat tumbuhan hidup dan memberikan buahnya untuk dimakan manusia.
Namun sayangnya, kita sebagai manusia yang sedang berada di lautan nikmat yang diberikan Allah, terkadang tak menyadarinya.Â
Kita yang sedang berenang dalam kenikmatan, baru akan memahami nilai dan pentingnya kenikmatan ini dengan puasa, dan karena itu kita seharusnya bersyukur untuknya.
Kita akan memahami nikmat segelas air ketika kita berbuka puasa. Tentunya, puasa yang didasari dengan keimanan yang kuat. Tanpa adanya keimanan, maka hal ini tidak mungkin tercapai.Â
Dari sini kita memahami bahwasanya keimanan bisa dihubungkan dengan menjaga mulut kita melalui puasa. Iman yang menjaga manusia untuk tidak meminum air walau seteguk ketika berpuasa.Â
Karena iman, yang diperdengarkan di dalam hati nurani, dirasakan di dalam hati, maka kehidupan manusia akan mencapai keberkahan dan kedamaian.
Segala nikmat datangnya dari Allah, dan Allah menginginkan rasa syukur dari manusia sebagai jawaban dari segala nikmat yang telah diberikan-Nya.Â
Coba kita pikirkan, bukankah akan menjadi sebuah kekurangajaran dari kita manusia jika kita tidak bersyukur kepada-Nya?
Syukur itu bisa dilakukan dengan tiga cara, dengan hati, dengan lisan, dan dengan anggota tubuh lainnya. Syukur dengan hati adalah dengan menvisualisasikan segala nikmat yang diberikan Allah.Â
Nikmat Allah, ada yang terlihat dan ada yang tidak. Visualisasi nikmat ini akan terealisasi dengan berpikir atau mentafakuri segala pemberian Allah kepada kita.Â
Syukur dengan lisan adalah yang paling mudah dan sering kita lakukan. Ucapan tahmid, tasbih, dan tahlil menjadi ucapan yang sering terdengar ketika kita mendapatkan nikmat dari Allah.Â
Syukur dengan anggota tubuh yang lain maksudnya adalah memenuhi hak-hak tubuh, baik jasmani maupun rohani.Â
Hak-hak jasmani seperti menjaga kesehatan, memenuhinya dengan nutrisi, gizi, makanan halal, dan lain sebagainya.Â
Hak-hak rohani seperti menjaga mata, telinga, lidah, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya dari hal-hal buruk, dan mengarahkannya untuk melihat, mendengar, melakukan, dan berjalan kepada kebaikan, pengetahuan dan keberkahan.
Puasa adalah bentuk representasi rasa syukur kita kepada-Nya. Ketika Allah belum memberikan izin kepada kita untuk menikmati segala nikmat yang diberikan, maka kita tidak akan menjulurkan tangan kita.Â
Karena ketaatan kita kepadanya, maka Allah akan mengingat kita. Karena rasa syukur kita, maka Allah akan menambahkan nikmat-Nya kepada kita.Â
Oleh karenanya, bulan Ramadan adalah ladang bagi kita untuk belajar dan berlatih untuk menjadi insan-insan yang benar-benar mampu bersyukur dengan cara yang benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H