Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ibnu Umar dan Rukun Islam

12 April 2022   18:50 Diperbarui: 12 April 2022   18:52 2016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kitab Shahih Bukhari (sumber: muslim.or.id)

Ramadan hari kesepuluh. Tidak terasa kita sudah berada pada sepertiga Ramadan. Hari ini kita akan melanjutkan pembahasan hadits ketujuh dari Kitap Shahih Bukhari. 

Hadits ketujuh ini masuk ke dalam bab iman. Kemarin kita telah membahas pengantar yang disampaikan Imam Bukhari tentang iman. Sekarang kita akan membahas isi kandungan haditsnya. Berikut teks haditsnya:

Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Islam dibangun di atas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan." (HR. al-Bukhari: 7).

Hadits ini diriwayatkan oleh seorang sahabat yang termasuk 7 besar periwayat hadits yaitu Abdullah bin Umar atau Ibnu Umar, putranya Umar bin Khattab.

Ibnu Umar berusia sekitar 10-11 tahun ketika Rasulullah SAW diutus. Beliau sangat bersemangat mengambil pelajaran dari Rasulullah SAW. 

Ibnu Umar sangat berbeda dengan Ayahandanya Umar bin Khattab. Umar bin Khattab dalam menetapkan hukum terkadang berpikir rasional, menyesuaikan akal. 

Sedangkan Ibnu Umar ingin mencontoh Nabi SAW secara tekstual. Sehingga beliau meniru langsung cara berjalan Nabi SAW, bagaimana Nabi SAW naik kendaraan, dan semua apa yang dilakukan Nabi SAW. 

Selain itu, ada catatan penting terkait Ibnu Umar. Ketika adanya gejolak perang Siffin, perang sesama muslim dengan sebab politik, Ibnu Umar tidak memihak kepada siapapun. 

Ada dua kubu pada perang Siffin, kubu Ali bin Abi Thalib dan kubu Muawiyah bin Abu Sufyan. Hati kecil Ibnu Umar mendukung Ali bin Abi Thalib, dan ia ikut membaiatnya sebagai khalifah. 

Namun, ketika pecah perang, Ibnu Umar lebih memilih pergi dari medan perang. Karena beliau tak ingin sesama muslim ada yang terbunuh.

Bahkan ada sebagian kelompok yang ingin membaiatnya sebagai khalifah karena memang beliau layak. Namun, beliau menolaknya. 

Tekanan terus datang kepadanya untuk menjadi khalifah. Sampai akhirnya beliau mau menerima tawaran tersebut dengan syarat seluruh kaum muslim harus kompak membaiatnya. 

Syarat yang tidak mungkin dipenuhi, karena ka muslim sudah terbelah saat itu. Itulan Ibnu Umar.

Sekarang mari kita masuk ke pembahasan kandungan hadits ketujuh. Dari hadits ini, para ulama merumuskan rukun Islam. Sebenarnya, di dalam Al-Quran tidak ada yang menyatakan secara ekplisit kata rukun Islam. 

Hal ini menunjukkan bahwa kita belajar agama yang telah melalui proses ijtihad para ulama, tidak muncul secara tiba-tiba. Dasarnya adalah Al-Quran dan hadits.

Al-Quran dan hadits adalah sumber umum dan utama. Kemudian para ulama dengan kepakarannya dan kaidah yang disepakatinya merumuskan rukun Islam.

Rukun adalah pilar. Ibarat bangunan, jika tidak ada pilarnya, maka bangunan tidak akan bisa tegak. Rukun ini juga adalah yang menjadi syariat yang diturunkan Allah SWT kepada seluruh Nabi.

Shalat, sejak zaman Nabi Ibrahim AS sudah ada. Dalam Al-Quran kita mendapatkan doa Nabi Ibrahim AS yang meminta agar dirinya, anak dan keturunanya istiqomah mendirikan shalat. (QS Ibrahim: 40).

Bukan hanya shalat, syahadat, zakat, puasa, haji semua ada pada syariat nabi-nabi terdahulu. Tata caranya mungkin berbeda, tetapi hakikatnya sama.

Maka, rukun Islam itu sama sejak dulu. Para nabi tidak membawa syariat yang berbeda-beda. Mereka semua adalah muslim.

Hal lain yang penting, dalam rukun Islam setelah syahadat adalah shalat. Shalat menjadi tiang agama.

Dalam shalat, tidak ada syarat mampu. Tidak ada izin meninggalkan shalat karena ketidak mampuan. Ini berbeda dengan zakat, puasa, dan haji yang mensyaratkan hanya bagi yang mampu.

Kita bersyukur menjadi orang Islam yang beriman. Karena iman itu tak ternilai harganya. Orang kafir yang ingin menebus keimanannya kelak di akhirat dengan emas sepenuh bumi pun tidak akan diterima (QS Ali Imran: 91).

Demikian pembahasan hadits kita kali ini. Besok kita akan melanjutkan ke hadits kedelapan.

* Refleksi Kajian Ramadan Masjid Inti Iman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun