Siapa Haji Udin?
Di kampungnya, semua orang kenal Haji Udin, pria paruh baya yang tinggal di selatan Jakarta. Haji Udin adalah seorang tokoh masyarakat yang disegani. Banyak yang datang mengunjungi untuk bertanya tentang berbagai macam hal dan persoalan, atau sekedar meminta nasihat darinya.
Terkadang ada yang datang dengan Masalah pribadi, keluarga, sampai dengan masalah sosial kemasyarakatan. Haji Udin selalu memiliki jawaban, penjelasan, dan solusi terhadap semua permasalahan.
Meskipun hanya lulusan madrasah kampung, ilmu agama Haji Udin juga tak bisa dianggap enteng. Bahkan, untuk level masyarakat kampung yang awam pengetahuan agama, ilmunya bisa dibilang lumayan. Makanya, banyak juga masyarakat yang datang kepadanya untuk bertanya masalah keagamaan.Â
Semua pertanyaan yang diajukan padanya dijawab dengan penjelasan yang ringan, mudah dipahami, cerdas, dan terkadang diselingi dengan humor, candaan, guyonan penuh makna.Â
Yang terakhir ini yang membuat para tetangganya terkadang bertanya hanya karena penasaran, guyonan apa yang akan digunakan Haji Udin untuk menjawab.
Di bulan Ramadan semakin banyak yang datang menemui Haji Udin untuk bertanya, meminta nasihat, atau hanya sekedar mendengarkan guyonan penuh makna yang disampaikannya.Â
Mari kita ambil hikmah dari kisah-kisah Haji Udin seputar bulan Ramadan yang mulia ini.
---
Setiap datang bulan Ramadan, Haji Udin selalu menghitung-hitung jumlah hari puasa yang terlewati. Setiap satu hari terlewati Haji Udin selalu mencatatnya supaya tak lupa berapa hari sudah ia berpuasa.
Tingkah Haji Udin ini mengundang para tetangganya untuk mengetahui apa alasannya melakukan hal tersebut.
Suatu hari para tetangganya itu datang menemui Haji Udin dan bertanya kepadanya:
-Pak Haji di catatan kami, kita sudah berpuasa 15 hari, apakah sama dengan catatanmu?
Haji Udin berpikir sejenak, lalu mengeluarkan kertas yang berisi lembaran kosong. Lalu ia berkata:
-Di catatanku seperti ini...(sambil menunjukkan kertas kosong tanpa catatan).
Para tetangganya yang bingung dan heran melihat kertas kosong, lalu kembali bertanya:
-Pak Haji, bagaimana bisa catatanmu kosong, kita kan sudah berada di pertengahan Ramadan, sudah 15 hari kita puasa.
Haji Udin dengan yakinnya menjawab:
-Secara jasmani memang benar kita sudah 15 hari puasa, tapi secara rohani, hanya Allah yang tahu berapa hari kita telah puasa.Â
Itulah sekelumit kisah Haji Udin dengan guyonannya yang penuh makna. Bagi sebagian orang, sepintas kisah Haji Udin tersebut memang terkesan tidak memiliki makna yang dalam.Â
Namun, patut kiranya kita memikirkannya dan menghubungkannya dengan realita yang terjadi di dalam kehidupan kita.Â
Apa realita yang saya maksud?
Coba kita pikirkan. Selang beberapa hari kita melewati Ramadan, sudah banyak pertanyaan di kepala kita. Kita mulai bertanya-tanya, sudah berapa hari ya kita puasa? Ini Ramadan hari ke berapa ya? Berapa hari lagi kita lebaran?
Bagi anak-anak, pertanyaan-pertanyaan tersebut memang bisa dibilang wajar. Anak-anak biasanya memang ingin Ramadan cepat usai.Â
Mereka ingin segera berlebaran yang identik dengan baju baru, uang persenan, dan pastinya banyak makanan dan kue lezat yang disuguhkan.Â
Sedangkan bagi orang tua, makna pertanyaan itu bisa menjadi sangat berbeda. Orangtua memikirkan, bagaimana menyambut lebaran nanti. Adakah uang untuk membelikan baju baru? Adakah bahan untuk membuat ketupat dan opor ayam? Adakah uang membeli kue lebaran?
Namun, ada juga orang-orang yang memahami pertanyaan tersebut dengan cara yang berbeda. Bagi mereka yang benar-benar merindukan datangnya bulan Ramadan, pertanyaan tersebut menunjukkan kesedihan dan kekhawatiran. Â
Jangan-jangan diri ini belum bisa memanfaatkan kedatangan bulan yang mulia ini dengan maksimal. Jangan-jangan ampunan yang dijanjikan Sang Maha Pengampun pun belum tentu didapatkan.
Ya, bagi kita yang sudah dewasa, yang tidak lagi anak-anak, seharusnya memang tidak lagi berpikir kekanakan. Atau berpikir terlalu materialistis, yang hanya mementingkan materi fisiknya saja. Kita seharusnya memang bisa berpikir lebih dewasa dalam beragama.
Artinya, kita seharusnya bisa lebih memahami apa makna sesungguhnya dari puasa. Kita seharusnya bisa bersikap layaknya orang yang benar-benar merindu. Rindu datangnya bulan suci, bahkan sejak dua bulan sebelum kedatangannya.
Bagi orang yang merindukan Ramadan, puasa bukanlah hanya sekedar bermakna menahan diri dari makan, minum, dan bercampur antara suami dan istri, dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari di ufuk barat.Â
Bagi mereka, puasa juga bermakna kesabaran, menahan diri, dan juga dapat menjaga seluruh organ tubuh kita dari kemaksiatan. Puasa yang dilakukan seperti ini akan membuat seseorang mendapatkan pahala yang besar di sisi Sang Pencipta.
Orang yang berpuasa, semua organ tubuhnya seharusnya juga ikut berpuasa. Tangannya harus puasa dari melakukan sesuatu yang buruk dan dosa. Begitu juga kakinya, matanya, telinganya, dan organ tubuh yang lainnya.Â
Bahkan, pikirannya pun harus diajak berpuasa dengan tidak memikirkan sesuatu yang buruk. Termasuk juga tidak memikirkan lagi kapan Ramadan akan usai, layaknya yang dipikirkan anak-anak.Â
Bagi kita yang berjiwa muda, yang nafsunya sedang membara dan berada di level tertinggi, melaksanakan puasa yang mengharuskannya menahan nafsu mungkin akan sangat menyulitkan.Â
Namun, dengan tekad dan motivasi yang kuat, maka puasa justru akan sangat mudah dilaksanakan.Tekad dan motivasi muncul bukan hanya dari pemahaman yang baik akan arti puasa saja, tetapi juga diimbangi dengan pemahaman yang baik akan tujuan puasa yang sesungguhnya.
Ya, tujuan utama puasa adalah menjadi orang yang bertaqwa. Bertaqwa artinya menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Dan semua itu dilakukan dengan penuh kesadaran.Â
Jika kita semua memahami hal ini, maka kita akan larut dalam syahdunya melodi Ramadan, dan tidak akan mau berpisah dengannya.Â
Bulan Ramadan bak kekasih yang akan selalu dirindukan kedatangannya, bukan yang selalu dihitung-hitung kapan ia akan segera berakhir dan segera pergi meninggalkan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H