Ada ketakutan hal yang sama akan terjadi pada pertalite, menyusul naiknya pertamax. Jika itu terjadi, kenaikan BBM ini akan menjadi isu heboh seperti halnya kasus kelangkaan minyak goreng. Kasus yang membuat Presiden didesak untuk turun tangan.
Isu BBM ini memang sangat seksi untuk dijadikan penggiringan opini. Isu ini juga sangat rentan dipolitisasi. Apalagi ditengah santernya isu politik tarik ulur penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden.
Isu politik ini riuh dibicarakan. Ketegasan Presiden tengah disorot publik. Meskipun sebelumnya Presiden penah berkomentar keras dan tegas tetang isu ini, tetapi kini publik memiliki asumsi lain.
Sikap Presiden yang mengatakan akan taat konstitusi, seolah membuka celah adanya kemungkinan perubahan konstitusi, yaitu amandemen UUD 1945.Â
Wacana amandemen, memang sah, konstitusional, dan demokratis. Oleh karenanya wacana ini banyak dilontarkan para politisi yang menginginkannya terjadi.
Amandemen memang tak mudah. Ada jalur panjang dan berliku yang harus dilewati. Namun, hal ini bukan tidak mungkin terjadi.
Apalagi ada partai politik yang menyetujuinya. Segala celah akan dicari untuk mengajukan amandemen. Penggalangan dukungan akan terus dilakukan.
Jadi isu BBM ini sangat berkorelasi dengan isu politik. Bahkan bukan hanya berkaitan dengan politik dalam negeri, tetapi juga geopolitik luar negeri.Â
Sebagai negara mantan eksportir minyak, kebutuhan minyak Indonesia kini bergantung dengan negara lain. Kita masih belum mampu lagi swasembada minyak seperti dulu.
Bicara geopolitik, perang Rusia-Ukraina tak pelak mengganggu pasokan dan distribusi minyak dunia. Ketika perang berkepanjangan, maka dampaknya akan sangat signifikan bagi negara kita. Ini yang belum banyak dipahami dan disadari masyarakat kita.
Presiden, sebagai pimpinan tertinggi negara, harus tampil terdepan mengurai konflik yang terjadi ini. Presiden, harus bergerak cepat sebelum semuanya terlambat. Presiden, semestinya mampu melindungi kepentingan rakyat, kepentingan bangsa dan negara.Â