Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Memaknai Kembali Idul Adha dan Ibadah Kurban

20 Juli 2021   12:57 Diperbarui: 20 Juli 2021   16:27 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hari Raya Idul Adha (kompas.com)

Ini tahun kedua hari raya Idul Adha harus dirayakan di tengah pandemi Covid-19. Tahun lalu, banyak umat Islam yang mengeluh karena tak bisa melaksanakan shalat Ied bersama di masjid atau tanah lapang. 

Begitu juga pemotongan hewan kurban yang harus dilaksanakan secara terbatas dan harus mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Pembagian daging kurban pun harus diantar satu per satu ke rumah-rumah. Semua terasa menjadi serba merepotkan.

Hari Raya Idul Adha Tahun Ini

Hari raya Idul Adha tahun ini tak jauh beda, varian delta menyebabkan kenaikan kasus positif Covid-19 menjadi tak terkendali. 

Imbasnya, membuat sebagian daerah memasuki masa PPKM darurat. Hal ini menyebabkan pemerintah harus kembali membatasi perayaan Idul Adha dan ibadah kurban.

Namun, apapun kondisinya, dari tahun ke tahun, hari raya Idul Adha selalu di semarakkan dengan takbir, tahlil, dan tahmid yang terdengar saling bersahutan dari satu rumah ke rumah lain, dari satu masjid ke masjid lain, dari satu kampung ke kampung lain.

Memang, sejatinya pada kalimat takbir, tahlil, dan tahmid itulah makna Idul Adha yang hakiki bisa kita pahami. Dengan memperingati Idul Adha kita seyogyanya mampu memahami kebesaran Allah SWT, tiada Tuhan yang patut di sembah selain daripada-Nya, dan segala puji hanya bagi-Nya.

Idul Adha dan ibadah kurban adalah dua hal yang saling menyatu, dan memang tak bisa dipisahkan. Ibadah kurban, syariatnya diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS yang dalam mimpinya diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyembelih anak kesayangannya Nabi Ismail AS.

Bagi Nabi Ibrahim, pastinya perintah ini begitu berat untuk dilaksanakan. Namun, karena perintah ini datangnya dari Allah SWT, Nabi Ibrahim AS tak bisa menyangkalnya. Beliau dengan ikhlas melaksanakannya, dan Nabi Ismail AS pun dengan penuh kesabaran menerimanya.

Berkat keikhlasan dan kesabaran keduanya itu, akhirnya Allah SWT menggantikan Nabi Ismail AS dengan seekor domba yang dibawakan oleh malaikat Jibril dari surga. Inilah syariat ibadah kurban yang diceritakan dalam sejarah dan di dalam kitab suci Al-Qur'an.

Memaknai Ibadah Kurban

Kurban sendiri sebagai sebuah ibadah berarti mendekatkan diri kepada Allah SWT. Makna lebih mendalam dari kurban, selain mendekatkan diri kepada Allah SWT, kurban juga bisa mendekatkan diri seseorang kepada orang lain.

Ya, berkurban mempunyai dimensi sosial dalam pelaksanannya. Berkurban bisa juga diartikan mengorbankan sesuatu untuk dibagikan kepada sesama. Berkurban menunjukkan tingkat kepedulian dan kepekaan seseorang terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya.

Bayangkan, berapa banyak masyarakat yang tak bisa memakan, bahkan hanya untuk sepotong daging untuk dinikmati. Jangankan sepotong daging, makan utama sehari-hari pun terkadang sulit untuk mereka dapatkan.

Ibadah kurban yang dilakukan, hewan yang disembelih dan dibagikan dagingnya, bisa jadi menjadi rezeki yang begitu berharga untuk dinikmati oleh orang-orang yang sangat membutuhkan dan tidak bisa menikmatinya di hari-hari biasa.

Imbas ibadah kurban yang dilakukan diharapkan tidak hanya selesai di bulan haji saja. Semangat berkurban sejatinya bisa dilestarikan pada bulan-bulan setelahnya. 

Pada akhirnya, dengan adanya semagat berkurban, komunitas masyarakat yang saling membantu, menolong, dan peduli sesama akan terbentuk dan membudaya di dalam kehidupan.

Oleh karenanya, kurban seharusnya bisa mengajarkan kita semua untuk rela berkorban, hidup untuk menghidupi, dan mengorbankan diri untuk kemanusiaan. Tentunya, mengorbankan diri bukan tanpa makna, tetapi pengorbanan yang dilakukan dengan hanya mengharap ridha-Nya semata.

Sebuah Refleksi

Ya, tak bosan-bosannya kita memaknai Idul Adha dan ibadah kurban, tak bosan-bosannya kita terus menggali makna terdalam yang ada di dalamnya, tak bosan-bosannya kita terus mengulang dan memaknainya kembali, walaupun kita rayakan setiap tahunnya.

Meskipun kondisi negara kita yang sedang tidak baik-baik saja, meskipun pandemi Covid-19 tak kunjung berhenti dan terus menanjak naik kasus positif hariannya, namun semangat Idul Adha dan ibadah kurban tak akan pernah luntur di dalam hati kita.

Alhasil, terkadang memaknai kembali, memahami kembali, dan merenungi kembali sesuatu akan membawa kita kepada kedalaman makna yang selalu berbeda dan tak pernah sama. Selalu ada makna baru yang kita nikmati kehadirannya.

Begitu juga Idul Adha dan ibadah kurban. Merayakannya setiap tahun selalu membawa warna baru dalam hati dan hidup kita, dan pada akhirnya mungkin akan bisa lebih mendekatkan diri kita kepada Allah SWT, seperti halnya arti kata kurban itu sendiri. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun