Salah satunya adalah lagu Setiap Habis Ramadan yang saya kutip diawal tadi. Jika kita perhatikan, lirik lagu ini memiliki makna filosofis yang mendalam khas Buya Taufiq Ismail.
Setiap habis Ramadhan,
Hamba rindu lagi Ramadhan,
Saat-saat padat beribadat,
Tak terhingga nilai mahalnya.
Setiap habis Ramadhan,
Hamba cemas kalau tak sampai,
Umur hamba di tahun depan,
Berilah hamba kesempatan.
Membaca penggalan sajak tersebut membuat kita merenung. Setidaknya, sajak itu menyiratkan tiga hal yang merefleksikan perasaan seseorang yang meninggalkan bulan Ramadan.
Ada rasa rindu, rasa cemas, dan rasa harap yang disampaikan melalui doa di akhir sajak tersebut.
Rindu karena ditinggal bulan Ramadan, cemas karena mungkin umur tak sampai bertemu dengannya lagi, dan penuh harap untuk diberikan kesempatan sekali lagi bertemu dengannya di tahun depan.
Jika kita perhatikan, sajak ini sebenarnya sederhana, akan tetapi maknanya begitu mendalam. Kekuatan pena penyair dalam menyusun kata demi kata terkadang membuat kita terenyuh, terbawa aura magis untaian kata yang menjadi kalimat penuh makna di dalamnya.
Ketika kita membacanya dengan penuh penghayatan, maka kita akan merasakan adanya pergolakan batin dari penyair ketika menuliskan sajak ini. Mungkin inilah yang dimaksud dengan menulis dengan hati.
Kata orang, menulis dengan hati akan sampai ke hati, akan mempengaruhi hati, dan akhirnya akan lebih bermakna dalam hati. Kiranya itulah yang saya rasakan dari sajak yang ditulis Buya Taufiq Ismail ini.
Apalagi ditambah dengan lantunan musik yang indah dan suara merdu Bimbo, semakin lengkap kekuatan lagu Setiap Habis Ramadan ini.
Sebuah Refleksi
Ya, setiap momen di bulan Ramadan memang selalu dirindukan, seperti halnya yang ada pada lirik lagu Setiap Habis Ramadan. Paginya, siangnya, malamnya, semua memiliki kenangan yang membuat orang tak mau meninggalkannya.
Setiap yang dirasakan, dilihat dan didengar membuat kita terbawa dalam suasana yang syahdu ketika kita mengingatnya.Â