Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Niat Saya Menulis untuk Menjadi Pena-Nya

4 April 2021   20:38 Diperbarui: 4 April 2021   20:58 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Buku (dokumen pribadi)

"Saya berniat dalam hati untuk menjadi pena-Nya, mohon doakan agar saya bisa ikhlas dan istikamah," itu tulisan saya di kolom komentar gambar yang saya unggah di akun media sosial facebook.

Pada unggahan tersebut saya mengunggah gambar cover buku kedua saya yang terbit minggu lalu. Komentar itu saya tuliskan untuk menjawab ucapan selamat dari salah seorang rekan sekaligus mentor atas diterbitkannya buku kedua saya itu.

Menerbitkan Buku

Saya sangat bersyukur, selama masa pandemi ini saya berhasil menerbitkan dua buah buku yang bertema tentang pendidikan daring dan tentang hikmah bencana pandemi Covid-19. Kebetulan keduanya terbit dalam selang waktu yang saling berdekatan.

Kedua buku ini adalah dua buku pertama yang saya terbitkan. Kedua buku ini berisi kompilasi artikel-artikel saya yang ditayangkan di mikroblog kompasiana selama hampir satu tahun saya bergabung di dalamnya. 

Buku pertama saya beri judul "Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali?" Buku ini membahas tentang pengalaman saya selama mengajar daring di sekolah. Lika-liku dan tantangan mengajar daring saya ceritakan di dalam buku ini.

Sementara itu, buku yang kedua saya beri judul "Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa." Buku ini membahas tentang hikmah pandemi dari segala sisinya. 

Dari sisi sosial, budaya, pendidikan, dan spiritualitas, semua diulas di dalamnya. Pada tiap pembahasan topik ada pesan moral dan hikmah yang coba saya sampaikan.

Rekan yang Menjadi Seorang Mentor

Pada kolom komentar di akun facebook yang saya jawab itu, rekan dan sekaligus mentor saya itu mengatakan bahwa dirinya sangat bahagia memiliki rekan yang memiliki pena yang kuat untuk bisa menulis.

Rekan saya ini bukan hanya sekedar rekan bagi saya. Saya juga menyebutnya sebagai mentor, karena begitu banyak pelajaran yang saya ambil darinya ketika kita kerja bersama. 

Ia telah menjadi seorang rekan yang sudah saya anggap seperti saudara saya sendiri. Ia selalu ada ketika saya membutuhkannya. Ia selalu siap mendengarkan keluh dan kesah saya ketika menghadapi segala permasalahan.

Saya pun banyak belajar tentang kehidupan dari dirinya. Salah satu hal yang paling penting saya pelajari adalah bagaimana seharusnya kita sebagai manusia menyikapi kehidupan.

Ia memberikan bimbingan dan teladan kepada saya tentang bagaimana seharusnya kita hidup dan apa yang seharusnya menjadi tujuan dalam kehidupan kita. 

Idealisme kehidupan yang saya pahami adalah bahwa sejatinya kita bisa hidup karena adanya Tuhan. Dia yang telah menciptakan kita. Dia yang telah memberikan kehidupan kepada kita. Dia yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya kepada kita.

Memahami Tujuan Kehidupan

Dari pemahaman ini, saya mulai berpikir mendalam. Dalam perenungan, muncul sebuah pertanyaan, "Apa sebenarnya yang diharapkan Tuhan dari kita?"

Setelah saya banyak mencari-cari, saya mendapatkan jawaban dari pertanyaan saya ini dari sebuah buku yang disusun oleh Ustad Bediuzzaman Said Nursi. 

Ustad Bediuzzaman Said Nursi dikenal sebagai seorang ulama sufi yang menentang sekularisme yang terjadi di negara Turki di awal masa pemerintahan Republik di bawah pimpinan Mustafa Kemal Ataturk.

Saya memang banyak mengambil inspirasi dari ulama besar yang hidup pada abad ke-20 ini. Risalah Nur, karya fenomenal sang ulama yang menitikberatkan pada permasalahan keimanan, memang patut untuk didalami isi dan maknanya.

Dalam risalah Al-Kalimat, Ustad Bediuzzaman Said Nursi menjelaskan bahwa Allah sebagai Zat Pemberi Nikmat hakiki kepada manusia menuntut tiga hal dari manusia, yaitu zikir, syukur, dan pikir.

Zikir sebagai pembuka, syukur sebagai penutup, dan apa yang ada diantara keduanya adalah pikir. Pikir artinya merenungi dan menyadari bahwa nikmat-nikmat yang berharga yang diberikan Tuhan merupakan mukjizat kodrat Tuhan Yang Maha Esa serta hadiah rahmat-Nya yang luas.

Inilah tujuan kehidupan manusia yang hakiki di dunia. Tanpa adanya ketiga hal tersebut, rasanya kehidupan manusia akan menjadi sangat sia-sia, hampa tanpa makna.

Refleksi Diri sebagai Penulis

Setelah saya memahami hal ini, saya semakin banyak merenung. Terutama setelah saya menelurkan dua karya tulis yang berhasil saya terbitkan.

Saya kembali berpikir dan muncul sebuah pertanyaan yang saya tujukan kepada diri saya sendiri, "Sudahkah saya memikirkan tujuan hakiki  kehidupan sebagai manusia ketika saya menulis? Sudahkan saya memiliki idealisme niat dan tujuan hakiki ketika menulis?"

Ya, sejatinya seorang penulis memang menulis dengan niat dan tujuan untuk mengingatkan dirinya dan pembacanya kepada Tuhan, membuat dirinya dan pembacanya berpikir tentang-Nya, dan membuat dirinya dan pembacanya bersyukur kepada-Nya.

Terkait hal ini, saya teringat tentang kisah tiga pena yang disampaikan oleh pemimpin redaksi Majalah Mata Air Ibu Astri Katrina Alafta pada workshop kepenulisan populer yang diadakan Majalah Mata Air.

Dikisahkan ada tiga buah pena. Pena pertama digunakan penulis untuk menuliskan sebuah artikel. Kemudian pena pertama datang kepada penulis dan berkata, "Aku telah menuliskan artikelmu, apakah kau suka?"

Penulis sambil tersenyum mengatakan bahwa dia suka dan meletakkan pena tersebut di kantornya agar bisa digunakan ketika diperlukan.

Di lain hari, penulis menggunakan pena kedua untuk menuliskan artikelnya. Setelah selesai, pena kedua pun datang kepada penulisnya, lalu berkata, "Aku telah menuliskan apa yang kau katakan ke dalam artikel, apakah kau suka?"

Penulis kembali dengan senyumannya mengatakan bahwa dia suka dan memasukkan pena kedua ke dalam tasnya. Ketika dia pergi ke suatu tempat, mungkin pena tersebut akan berguna untuk membantunya menuliskan ide yang sewaktu-waktu bisa datang.

Di lain hari lagi, penulis menggunakan pena ketiga untuk menuliskan artikelnya. Setelah selesai, pena ketiga seperti halnya pena pertama dan kedua datang kepada penulis dan ia berkata, "Terima kasih telah memilih menggunakan diriku untuk menuliskan artikelmu."

Penulis pun tersenyum sumringah, dan langsung mengambil pena ketiga tersebut untuk dimasukkan ke saku kiri bajunya yang tepat berada di dekat hatinya. 

Itulah kiranya gambaran seorang penulis. Seorang penulis seharusnya bisa menempatkan dirinya sebagai sebuah pena yang digunakan Sang Pencipta agar bisa mengingatkan, memikirkan, dan bersyukur kepada-Nya. 

Hal ini berlaku baik bagi dirinya maupun bagi pembacanya. Sebagai penulis, kedekatan kita kepada Tuhan akan menentukan kita akan menjadi seperti pena pertama, kedua, atau ketiga yang ada di dalam kisah di atas..

Sebuah Refleksi

Mengatakan tujuan hakiki kehidupan memang mudah, menuliskan tujuan hakiki untuk membuat tulisan juga mudah. Yang sulit adalah bagaimana menjalani dan melakukannya dengan niat yang benar.

Komentar rekan saya pada postingan saya terkait terbitnya buku kedua saya membuat saya sadar apa sebenarnya tujuan hakiki kehidupan yang sedang kita jalani. Hal ini juga membuat saya sadar akan apa sebenarnya tujuan saya menulis.

Alhasil,dengan terbitnya kedua buku saya ini, seolah saya kembali belajar tentang kehidupan. Kedua buku ini membuat saya juga belajar untuk terus membenarkan niat saya untuk menulis. Sudah pastinya, niat harus diiringi dengan keikhlasan dan keistikamahan. Inilah yang sulit untuk dilakukan.

Oleh karenanya, saya memohon doa dari seluruh pembaca agar bisa mencapai keikhlasan dan keistikamahan dalam menata niat yang ada di dalam hati kecil saya terdalam. Saya ingin tegaskan, "Niat saya menulis adalah untuk menjadi pena-Nya."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun