Saya kembali berpikir dan muncul sebuah pertanyaan yang saya tujukan kepada diri saya sendiri, "Sudahkah saya memikirkan tujuan hakiki  kehidupan sebagai manusia ketika saya menulis? Sudahkan saya memiliki idealisme niat dan tujuan hakiki ketika menulis?"
Ya, sejatinya seorang penulis memang menulis dengan niat dan tujuan untuk mengingatkan dirinya dan pembacanya kepada Tuhan, membuat dirinya dan pembacanya berpikir tentang-Nya, dan membuat dirinya dan pembacanya bersyukur kepada-Nya.
Terkait hal ini, saya teringat tentang kisah tiga pena yang disampaikan oleh pemimpin redaksi Majalah Mata Air Ibu Astri Katrina Alafta pada workshop kepenulisan populer yang diadakan Majalah Mata Air.
Dikisahkan ada tiga buah pena. Pena pertama digunakan penulis untuk menuliskan sebuah artikel. Kemudian pena pertama datang kepada penulis dan berkata, "Aku telah menuliskan artikelmu, apakah kau suka?"
Penulis sambil tersenyum mengatakan bahwa dia suka dan meletakkan pena tersebut di kantornya agar bisa digunakan ketika diperlukan.
Di lain hari, penulis menggunakan pena kedua untuk menuliskan artikelnya. Setelah selesai, pena kedua pun datang kepada penulisnya, lalu berkata, "Aku telah menuliskan apa yang kau katakan ke dalam artikel, apakah kau suka?"
Penulis kembali dengan senyumannya mengatakan bahwa dia suka dan memasukkan pena kedua ke dalam tasnya. Ketika dia pergi ke suatu tempat, mungkin pena tersebut akan berguna untuk membantunya menuliskan ide yang sewaktu-waktu bisa datang.
Di lain hari lagi, penulis menggunakan pena ketiga untuk menuliskan artikelnya. Setelah selesai, pena ketiga seperti halnya pena pertama dan kedua datang kepada penulis dan ia berkata, "Terima kasih telah memilih menggunakan diriku untuk menuliskan artikelmu."
Penulis pun tersenyum sumringah, dan langsung mengambil pena ketiga tersebut untuk dimasukkan ke saku kiri bajunya yang tepat berada di dekat hatinya.Â
Itulah kiranya gambaran seorang penulis. Seorang penulis seharusnya bisa menempatkan dirinya sebagai sebuah pena yang digunakan Sang Pencipta agar bisa mengingatkan, memikirkan, dan bersyukur kepada-Nya.Â
Hal ini berlaku baik bagi dirinya maupun bagi pembacanya. Sebagai penulis, kedekatan kita kepada Tuhan akan menentukan kita akan menjadi seperti pena pertama, kedua, atau ketiga yang ada di dalam kisah di atas..